Selasa, 21 Desember 2010
LAUNCHING BUKU KUMPULAN CERPEN PERTAMAKU "PENGEMBARA LEMBAH MIMPI"
Akhirnya aku punya buku!!! Ini buku kumpulan cerpen pertamaku yang diterbitkan... XD Yah, buat langkah awal aku terbitin secara indie dulu deh. Thanks buat Leutika Prio yang udah mau menampung naskahku hingga bisa diterbitkan seperti ini
Keterangan Buku :
PENGEMBARA LEMBAH MIMPI dan cerita-cerita lain
by R.A. Safitri (Riesa Annis Safitri)
vi+ 172
Harga Rp 35.000,-
Sinopsis:
Vita terus mengembara di lembah mimpi. Ia tak bisa melihatnya, kemarin, hari ini, besok, bahkan tidak bisa mencari jawaban. Dimana? Di dunia mana harus ia pergi?! Dimanakah dunianya yang selama ini sudah ia jalani bersama orang-orang yang ia sayangi? Dunianya sekarang telah berubah. Gelap. Sangat gelap.
Kini ia hanyalah seorang pengembara di lembah mimpi yang hidup dalam dunia imajinasinya sendiri. Ia terdiam di lautan biru kesepian. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak bisa bergerak maju, datang dan berhenti. Ia pun menangis di lautan biru kesepian. Hingga seseorang yang selalu ada disampingnya datang membantunya untuk keluar dari lembah mimpi.
Sepuluh cerita. Tentang dunia remaja dan segala aspek kehidupannya, yaitu cinta, kebahagiaan, kebencian, dendam, kesetiaan, penghianatan, kepedihan, harapan, kegagalan, cita-cita, derita, kekecewaan, kelembutan, dan juga kekerasan. Namun semua itu mampu dihapuskan oleh cinta kasih. Semuanya dibingkai dalam uraian kisah yang penuh dengan cinta kasih.
R.A. Safitri selalu mencari penjelajahan imajinasi dari ruang remaja dan berusaha gigih menemukan tentang peristiwa sosial
-MUDA WIJAYA-
Cerpen-cerpen karya R. A. Safitri mencerminkan kehidupan remaja dewasa ini dengan menyuguhkan ide cerita yang lebih kreatif, detail dalam deskripsinya serta mampu membawa pembaca untuk berimajinasi ke hal yang tak terbatas
-VANESA MARTIDA-
Tema-tema cerpennya mengenai kehidupan sekitar kita, jadi ceritanya sangat menginspirasi kehidupan kita
-FRENSISCA CITRA DEWI-
Cerpennya bagus-bagus. Udah kayak cerpenis handal saja
-RIZA RAHMAT-
Cerpen-cerpennya bagus. Bahasanya mudah dimengerti
-NARULITA RIZKI-
Cerpennya bagus-bagus. Ceritanya ngalir, jadi enak dibaca
-WINDA JOEANITA-
buku ini hanya dijual online dan bisa dipesan via inbox di Leutika Prio
+ ongkir flat Jawa RP 10 rb dan luar Jawa Rp 15 rb
Ayo di order!!! XD
PUISI "SANG MENTARI" DIMUAT DI WM
CERPEN PASIFICA SECRET DIMUAT DI MAJALAH STORY
Ini cerpen keduaku yang dimuat di media cetak.... :D
Berjudul Pasifica Secret dimuat di Majalah Story Edisi 16
Berikut ini kutipan kisahnya :
Pukul 02.00 dini hari di Universitas Timothy Hutton. Matthew masih sibuk dalam eksperimen robot Pasifica di laboratoriumnya. Tiba-tiba pintu laboratoriumnya terbuka.
“Rick, kau belum pulang?” tanya Matthew sambil tetap sibuk pada eksperimennya. Tetapi, tak ada jawaban dari Rick.
“Bruk!!!”
Matthew terperanjat ketika melihat dua orang tak dikenal berhasil masuk ke dalam laboratoriumnya. Ketika melihat ke bawah, tergeletak Rick yang hilang kesadaran karena ditembak dengan peluru bius.
“Rick?! Hei, siapa kalian?” tanya Matthew dengan suara lantang. Mereka hanya tersenyum kecil.
“Dzinggg!!!!”
Saat Matthew ingin menekan tombol panggilan darurat yang ada di mejanya, kedua pria yang tak dikenal itu sudah lebih dulu menembaknya dengan peluru bius. Matthew pun terjatuh tak sadarkan diri.
Kalau mau baca kisahnya yang lebih lengkap silahkan baca di Majalah Story yaaa.... :D
SELAMAT HARI IBU
Aku tak akan ada di dunia ini bila tak ada dirimu
Aku yang selalu merepotkanmu
Tingkahku yang terkadang membuatmu kesal dan marah padaku
Kau yang selalu memberikan uluran tangan padaku jika aku takut atau terjebak dalam DILEMA
Tak peduli berapa kali aku telah berbuat kesalahan padamu
Kau selalu berusaha memberikan yang terbaik padaku
Bahkan satu ton emas pun tak bernilai dibandingkan jasa-jasamu
IBU....
Walau hanya sekuntum bunga dan doa yang bisa kuberikan padamu
Aku berjanji tak akan mengecewakanmu lagi IBU.... :'D
By R. A. Safitri
Aku yang selalu merepotkanmu
Tingkahku yang terkadang membuatmu kesal dan marah padaku
Kau yang selalu memberikan uluran tangan padaku jika aku takut atau terjebak dalam DILEMA
Tak peduli berapa kali aku telah berbuat kesalahan padamu
Kau selalu berusaha memberikan yang terbaik padaku
Bahkan satu ton emas pun tak bernilai dibandingkan jasa-jasamu
IBU....
Walau hanya sekuntum bunga dan doa yang bisa kuberikan padamu
Aku berjanji tak akan mengecewakanmu lagi IBU.... :'D
By R. A. Safitri
Selasa, 07 Desember 2010
ANGKARA DALAM LINGKAR API
ANGKARA DALAM LINGKAR API
Oleh : R.A Safitri
Ratu malam bersinar parau diselimuti mega
Bintang enggan bersinar
Putuslah rantai cahaya malam!
Raungan pesakitan
Mengalun
Merongrong
Penuh derita
Hati terluka
Putuskan ikatan rasa
Angkara murka
Menyapu Badai Catrina
Mengalun kian meninggi
Menembus atmosfer Bumi
Angkara murka yang kian dahsyatnya
Membelitku dalam lingkar api
Di pojok ruang hampa tersunyi
Oleh : R.A Safitri
Ratu malam bersinar parau diselimuti mega
Bintang enggan bersinar
Putuslah rantai cahaya malam!
Raungan pesakitan
Mengalun
Merongrong
Penuh derita
Hati terluka
Putuskan ikatan rasa
Angkara murka
Menyapu Badai Catrina
Mengalun kian meninggi
Menembus atmosfer Bumi
Angkara murka yang kian dahsyatnya
Membelitku dalam lingkar api
Di pojok ruang hampa tersunyi
Jumat, 12 November 2010
Percakapan Imaji (Latihan Sebuah Pembebasan III)
By Muda Wijaya Feat R.A Safitri
(awal)
Muda Wijaya >> Riesa Annis Safitri-Miss Red;
Tak ingin aku beri malam untukmu
Sebab tubuh ini menjelma musim dingin
Angin mengusap gugur
Seiring pekik burung yang parau
17 menit yang lalu · Suka · Komentari · Lihat Pertemanan
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Begitu tubuh tak sanggup
Berikan kehangatan
Padaku angin musim dingin
Membeku tetesan surgawi itu ke Bumi
o
Muda Wijaya ;
Ah daun gugur bertilam sunyi
Api berontakku menyala
Langit yang jauh
Menatap mataku merah saga
+
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Bahkan tetesan surgawi
Tak sanggup memadamkannya
Yang telah terjebak dalam lingkar api
Bulan tersenyum
Menertawakan diriku
+
Muda Wijaya ;
Bulan yang kabangan
Merontokkan musim perjalanan
Tanpa bintang penerang
Aku terjerembab dalam lorong
Lembab
Sembab langkahku
_____________________________________
larik larik dari tiap paragrag yang di satukan
Tak ingin aku beri malam untukmu
Sebab tubuh ini menjelma musim dingin
Angin mengusap gugur
Seiring pekik burung yang parau
Begitu tubuh tak sanggup
Berikan kehangatan
Padaku angin musim dingin
Membeku tetesan surgawi itu ke bumi
Ah daun gugur bertilam sunyi
Api berontakku menyala
Langit yang jauh
Menatap mataku merah saga
Bahkan tetesan surgawi
Tak sanggup memadamkannya
Yang telah terjebak dalam lingkar api
Bulan tersenyum
Menertawakan diriku
Bulan yang kabangan
Merontokkan musim perjalanan
Tanpa bintang penerang
Aku terjerembab dalam lorong
Lembab
Sembab langkahku
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
dari masing masing komentar catatan dipadukan berdiri masing masing
Muda Wijaya;
Tak ingin aku beri malam untukmu
Sebab tubuh ini menjelma musim dingin
Angin mengusap gugur
Seiring pekik burung yang parau
Ah daun gugur bertilam sunyi
Api berontakku menyala
Langit yang jauh
Menatap mataku merah saga
Bulan yang kabangan
Merontokkan musim perjalanan
Tanpa bintang penerang
Aku terjerembab dalam lorong
Lembab
Sembab langkahku
------------------------------------
------------------------------
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Begitu tubuh tak sanggup
Berikan kehangatan
Padaku angin musim dingin
Membeku tetesan surgawi itu ke bumi
Bahkan tetesan surgawi
Tak sanggup memadamkannya
Yang telah terjebak dalam lingkar api
Bulan tersenyum
Menertawakan diriku
12 november 2010
Muda Wijaya & RA Safitri
(awal)
Muda Wijaya >> Riesa Annis Safitri-Miss Red;
Tak ingin aku beri malam untukmu
Sebab tubuh ini menjelma musim dingin
Angin mengusap gugur
Seiring pekik burung yang parau
17 menit yang lalu · Suka · Komentari · Lihat Pertemanan
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Begitu tubuh tak sanggup
Berikan kehangatan
Padaku angin musim dingin
Membeku tetesan surgawi itu ke Bumi
o
Muda Wijaya ;
Ah daun gugur bertilam sunyi
Api berontakku menyala
Langit yang jauh
Menatap mataku merah saga
+
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Bahkan tetesan surgawi
Tak sanggup memadamkannya
Yang telah terjebak dalam lingkar api
Bulan tersenyum
Menertawakan diriku
+
Muda Wijaya ;
Bulan yang kabangan
Merontokkan musim perjalanan
Tanpa bintang penerang
Aku terjerembab dalam lorong
Lembab
Sembab langkahku
_____________________________________
larik larik dari tiap paragrag yang di satukan
Tak ingin aku beri malam untukmu
Sebab tubuh ini menjelma musim dingin
Angin mengusap gugur
Seiring pekik burung yang parau
Begitu tubuh tak sanggup
Berikan kehangatan
Padaku angin musim dingin
Membeku tetesan surgawi itu ke bumi
Ah daun gugur bertilam sunyi
Api berontakku menyala
Langit yang jauh
Menatap mataku merah saga
Bahkan tetesan surgawi
Tak sanggup memadamkannya
Yang telah terjebak dalam lingkar api
Bulan tersenyum
Menertawakan diriku
Bulan yang kabangan
Merontokkan musim perjalanan
Tanpa bintang penerang
Aku terjerembab dalam lorong
Lembab
Sembab langkahku
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
dari masing masing komentar catatan dipadukan berdiri masing masing
Muda Wijaya;
Tak ingin aku beri malam untukmu
Sebab tubuh ini menjelma musim dingin
Angin mengusap gugur
Seiring pekik burung yang parau
Ah daun gugur bertilam sunyi
Api berontakku menyala
Langit yang jauh
Menatap mataku merah saga
Bulan yang kabangan
Merontokkan musim perjalanan
Tanpa bintang penerang
Aku terjerembab dalam lorong
Lembab
Sembab langkahku
------------------------------------
------------------------------
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Begitu tubuh tak sanggup
Berikan kehangatan
Padaku angin musim dingin
Membeku tetesan surgawi itu ke bumi
Bahkan tetesan surgawi
Tak sanggup memadamkannya
Yang telah terjebak dalam lingkar api
Bulan tersenyum
Menertawakan diriku
12 november 2010
Muda Wijaya & RA Safitri
Percakapan Imaji (Latihan Sebuah Pembebasan II)
Riesa Annis Safitri-Miss Red
Ombak meraung
Bersama kicauan burung camar
Yang menari di atas semenanjung
Ditemani cahaya keemasan senja....
45 menit yang lalu · Komentari · Suka
*
Riesa Annis Safitri-Miss Red menyukai ini.
o
Muda Wijaya ;
Gadis manis bergaun merah menyala
Menangkapi asin matanya
Ia mulai belajar tentang cuaca
36 menit yang lalu · Suka
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Kurebahkan tubuhku di atas jutaan pasir putih
Kupandangi langit
Burung camar dan ombak menyapaku
Aku tersenyum pada mereka
Kupejamkan mataku
Menikmati alunan ombak yang begitu berirama
Dihiasi kicauan burung camar
32 menit yang lalu · Suka
o
Muda Wijaya ;
Lalu memintal segala peristiwa..
Getar ombak dan dan kicau camar
Bernada dalam tubuhnya..
Disela pasir putih itupun suaranya menuliskan larik..
25 menit yang lalu · Suka
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Angin pun tak mau kalah
Bersiulah ia bersama gesekan daun kelapa
Yang memberikan melodi
21 menit yang lalu · Suka
o
Muda Wijaya ;
Telah diciptakan orkestra yang tak habis
Sebelum pulang bersahabat mengajak pulang
Tak habis habis kegelisahan..
Serupa merebut rindu yang tak tertangkap..
18 menit yang lalu · Suka
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Alam telah memandikan tubuhku
Dengan segala alunannya
Aku masih ingin melanjutkannya
Aku belum ingin menyudahinya
15 menit yang lalu · Suka
o
Muda Wijaya ;
Di sebab suara suara semata bersandar
Lalu pandangnya yang tak sunyi
Sebelum diluar betanya tanya tentang setia
Dan langit membuka warna untukmu semata
Tanpa memngaburkan makna tengadah
8 menit yang lalu · Suka
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Kesetiaan pada alunan alam
Tak ingin kembali pada kesunyian
Alam telah menutup pintu kesunyianku
ANTAR DINDING ;
Muda Wijaya-Riesa Annis Safitri
Menegadahkan rasa lelah menantang langit
Menerima berita berpusing tentang kematian..
Riesa Annis Safitri - Muda Wijaya
Langit pun menangis
Membawa berita kematian
Sementara Dewa kematian sedang tersenyum
Bersama awan kelabu dan tumpukan abu
Ombak meraung
Bersama kicauan burung camar
Yang menari di atas semenanjung
Ditemani cahaya keemasan senja....
45 menit yang lalu · Komentari · Suka
*
Riesa Annis Safitri-Miss Red menyukai ini.
o
Muda Wijaya ;
Gadis manis bergaun merah menyala
Menangkapi asin matanya
Ia mulai belajar tentang cuaca
36 menit yang lalu · Suka
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Kurebahkan tubuhku di atas jutaan pasir putih
Kupandangi langit
Burung camar dan ombak menyapaku
Aku tersenyum pada mereka
Kupejamkan mataku
Menikmati alunan ombak yang begitu berirama
Dihiasi kicauan burung camar
32 menit yang lalu · Suka
o
Muda Wijaya ;
Lalu memintal segala peristiwa..
Getar ombak dan dan kicau camar
Bernada dalam tubuhnya..
Disela pasir putih itupun suaranya menuliskan larik..
25 menit yang lalu · Suka
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Angin pun tak mau kalah
Bersiulah ia bersama gesekan daun kelapa
Yang memberikan melodi
21 menit yang lalu · Suka
o
Muda Wijaya ;
Telah diciptakan orkestra yang tak habis
Sebelum pulang bersahabat mengajak pulang
Tak habis habis kegelisahan..
Serupa merebut rindu yang tak tertangkap..
18 menit yang lalu · Suka
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Alam telah memandikan tubuhku
Dengan segala alunannya
Aku masih ingin melanjutkannya
Aku belum ingin menyudahinya
15 menit yang lalu · Suka
o
Muda Wijaya ;
Di sebab suara suara semata bersandar
Lalu pandangnya yang tak sunyi
Sebelum diluar betanya tanya tentang setia
Dan langit membuka warna untukmu semata
Tanpa memngaburkan makna tengadah
8 menit yang lalu · Suka
o
Riesa Annis Safitri-Miss Red ;
Kesetiaan pada alunan alam
Tak ingin kembali pada kesunyian
Alam telah menutup pintu kesunyianku
ANTAR DINDING ;
Muda Wijaya-Riesa Annis Safitri
Menegadahkan rasa lelah menantang langit
Menerima berita berpusing tentang kematian..
Riesa Annis Safitri - Muda Wijaya
Langit pun menangis
Membawa berita kematian
Sementara Dewa kematian sedang tersenyum
Bersama awan kelabu dan tumpukan abu
Minggu, 07 November 2010
Juara Harapan III Lomba Menulis Cerpen oleh Degenkcreative's
Tanggal 16 Oktober 2010, menjadi kesekian tanggal bersejarah bagiku....
Bertempat di Alliance Francaise Denpasar, deGenk Creative menyelenggarakan Penganugerahan Cerpenis Terbaik Lomba Cerpen deGenk Creative & Greentail 2010. Aku nggak menyangka ternyata cerpenku yang berjudul "Alam Pecinta Alam" berhasil meraih juara harapan III. Walau hanya juara harapan III, aku sudah sedikit berbangga. Karena pesertanya tak sedikit dari kalangan mahasiswa jurusan sastra ikut berpartisipasi dalam lomba ini. Thanks deGenk Creative, lain kali aku akan berusaha untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi.... :)
Ini cuplikan ceritanya :
Lewat tengah malam, lelaki paruh baya itu sudah sibuk di ruang tengah membersihkan dan mengisi satu set senapan laras panjangnya dengan butiran-butiran peluru. Tak lupa ia masukkan satu wadah kecil yang berisi ratusan butir peluru ke dalam tas pinggangnya.
Tepat pukul 02.00 dini hari, ia bergegas mengemas satu set senapan laras panjangnya itu ke dalam sebuah tas ransel besar dan melangkah ke garasi mobil.
“Ayah mau berburu lagi?” sambut seorang pemuda dengan tatapan tak suka, bersender di depan mobil box dan melipat kedua tangannya ketika lelaki paruh baya itu membuka pintu garasi mobil.
“Alam? Sejak kapan kau berdiri di situ?”
“Sejak Ayah sibuk mempersiapkan alat-alat berburu yang bersembunyi di balik tas ransel besar yang Ayah panggul itu,” jawab Alam ketus kemudian melangkah mendekati ayahnya.
Naskahku Dimuat Di Majalah Say
Ini naskah pertamaku yang dimuat di majalah, Majalah Say Edisi Agustus XD
Seneng banget ngeliat naskahku terpampang di majalah
Semoga aja para pembaca menyukai ceritanya, aku masih amatir jadi masih butuh banyak kritikan dan saran :)
Ini cuplikan ceritanya :
“Kira, maaf aku tidak bisa menepati janjiku. Sebagai gantinya aku akan membicarakan hal itu disini,” kata Rocky sambil memegang tanganku.
Aku hanya bisa diam ketika mendengar perkataannya dan tanpa sadar air mataku jatuh karena sudah tidak terbendung lagi.
“Kira, jangan nangis, dong. Nanti aku jadi sedih, lho, “ kata Rocky sambil mengusap air mataku.
“Aku, aku nggak nangis, kok. Aku hanya…”
“Ssttt, sudah tidak usah dilanjutkan lagi, ya,” kata Rocky sambil menempelkan jari telunjuknya ke depan mulutku, mengisyaratkan agar aku berhenti berkata dan dia tersenyum padaku.
KESUNYIAN
KESUNYIAN
By Yofi Aresa
Langit Menangis
Tak jua henti
Gemuruh tak luput menemani
Aku termangu
Menatap kelabu
Dari balik tirai jendela
Tangisan itu tak jua henti
Memecah kesunyian
Bersama kicauan burung
Yang merintih perih
Terbaringlah aku dalam peraduan
Berlari memecah keheningan malam
Hingga lelah raga ini mengejar
Ku tulis dalam paduan lukisan
Dalam kata bermakna
By Yofi Aresa
Langit Menangis
Tak jua henti
Gemuruh tak luput menemani
Aku termangu
Menatap kelabu
Dari balik tirai jendela
Tangisan itu tak jua henti
Memecah kesunyian
Bersama kicauan burung
Yang merintih perih
Terbaringlah aku dalam peraduan
Berlari memecah keheningan malam
Hingga lelah raga ini mengejar
Ku tulis dalam paduan lukisan
Dalam kata bermakna
Sabtu, 06 November 2010
BEBAS
BEBAS
By R.A Safitri
Gemericik air membahana
Dalam kesunyian malam
Di temani nyanyian para jangkrik
Bulan tak jua menghiburku
Bersembunyi ia di balik awan kelabu
Bersama bintang-bintang
Tidakkah ia kan membantuku?
Tuk bebaskanku
Yang terkurung dalam kesunyian?
Aku ingin bebas!
By R.A Safitri
Gemericik air membahana
Dalam kesunyian malam
Di temani nyanyian para jangkrik
Bulan tak jua menghiburku
Bersembunyi ia di balik awan kelabu
Bersama bintang-bintang
Tidakkah ia kan membantuku?
Tuk bebaskanku
Yang terkurung dalam kesunyian?
Aku ingin bebas!
Senin, 01 November 2010
Percakapan Imaji (Latihan Sebuah Pembebasan)
Riesa Annis Safitri ;
Hey Rembulan!!! Kau mau menemaniku begadang kan? Temani aku dengan sinarmu.... :)
Muda Wijaya ;
rembulan tak tampak dari jendela nak...
sediakanlah dirimu untuk sendiri..
Riesa Annis Safitri ;
Tetapi cahayanya kuharap tak hilang dari pandanganku....
Muda Wijaya ;
bagimana kau bisa mendapatkan cahayanya...
sementara kehadirannya terhalangi kabut tebal anakku jangan bergumam...
hari menjelang terjerang oleh kuasa malam...
rampungkanlah percakapanmu...
dan segera pejamkan mata barangkali rembulan akan hadir menemani malam istirahatmu...
Riesa Annis Safitri;
Yah...Mendung sedikit merampas cahaya sang rembulan
Tetapi diriku belum bisa memejamkan mata ini hingga kewajibanku selesai dikerjakan,
Muda Wijaya ;
ya sedianya demikian maka berbagilah akan mimpimu pada secarik kertas dengan segala nafas yang kau rindukan.rangkailah cerita bahagiamu dalam larik larik puisi biru..
Riesa Annis Safitri;
Kurangkaikan sebuah cerita bahagia
Dengan samurai mata pena
Yang begitu lincah menari
Menebas segala lembar kertas yang ada dengan kata2 yang begitu tajam...
Muda Wijaya;
baiklah...
hari ini sahabat puisimu sedang menggantung ingatannya ke bilik yang jauh...
iya lelah sehabis bermain dengan merpati merpati untuk sebuah lakon..
Riesa Annis Safitri;
Kuharap merpati2 itu kan membawanya ke dalam mimpi indah
Hingga ia kan menyambut indahnya pagi esok....
Muda Wijaya ;
ya dengan mata cemerlang membawa sayapnya yang indah...
hingga kesetiaannya bisa tetap berbagi...
RA Safitri dan Muda.
Hey Rembulan!!! Kau mau menemaniku begadang kan? Temani aku dengan sinarmu.... :)
Muda Wijaya ;
rembulan tak tampak dari jendela nak...
sediakanlah dirimu untuk sendiri..
Riesa Annis Safitri ;
Tetapi cahayanya kuharap tak hilang dari pandanganku....
Muda Wijaya ;
bagimana kau bisa mendapatkan cahayanya...
sementara kehadirannya terhalangi kabut tebal anakku jangan bergumam...
hari menjelang terjerang oleh kuasa malam...
rampungkanlah percakapanmu...
dan segera pejamkan mata barangkali rembulan akan hadir menemani malam istirahatmu...
Riesa Annis Safitri;
Yah...Mendung sedikit merampas cahaya sang rembulan
Tetapi diriku belum bisa memejamkan mata ini hingga kewajibanku selesai dikerjakan,
Muda Wijaya ;
ya sedianya demikian maka berbagilah akan mimpimu pada secarik kertas dengan segala nafas yang kau rindukan.rangkailah cerita bahagiamu dalam larik larik puisi biru..
Riesa Annis Safitri;
Kurangkaikan sebuah cerita bahagia
Dengan samurai mata pena
Yang begitu lincah menari
Menebas segala lembar kertas yang ada dengan kata2 yang begitu tajam...
Muda Wijaya;
baiklah...
hari ini sahabat puisimu sedang menggantung ingatannya ke bilik yang jauh...
iya lelah sehabis bermain dengan merpati merpati untuk sebuah lakon..
Riesa Annis Safitri;
Kuharap merpati2 itu kan membawanya ke dalam mimpi indah
Hingga ia kan menyambut indahnya pagi esok....
Muda Wijaya ;
ya dengan mata cemerlang membawa sayapnya yang indah...
hingga kesetiaannya bisa tetap berbagi...
RA Safitri dan Muda.
SEBUAH RASA
SEBUAH RASA
By Yofi Aresa
Datanglah...
Datanglah...
Menepis rasa yang ada
Karena kini semua telah tiada
Hanya luka yang tersisa
Dalam sepi tiada bermakna cinta
Kembalilah...
Tuk menepis semua asa
Bangkitkan cinta
Memecah kesunyian rasa
Menghapus segala luka
By Yofi Aresa
Datanglah...
Datanglah...
Menepis rasa yang ada
Karena kini semua telah tiada
Hanya luka yang tersisa
Dalam sepi tiada bermakna cinta
Kembalilah...
Tuk menepis semua asa
Bangkitkan cinta
Memecah kesunyian rasa
Menghapus segala luka
KELAM
KELAM
By Yofi Aresa
Walau rembulan tak menampakkan sinarnya
Bintang-bintang bersembunyi di balik awan kelam
Langit menangis dalam malam kelam
Dan sesekali kilatan cahaya itu muncul
Sesungguhnya itu tetesan Sang Surgawi
Yang dibaliknya penuh berkah dan kenikmatan
Biarkan langit
Yang bermuram dalam tangisan malam kelam
Jangan biarkan kesuraman itu merasuk di jiwamu
Pandanglah cermin
Dan lihatlah cahaya dalam pantulan hati
By Yofi Aresa
Walau rembulan tak menampakkan sinarnya
Bintang-bintang bersembunyi di balik awan kelam
Langit menangis dalam malam kelam
Dan sesekali kilatan cahaya itu muncul
Sesungguhnya itu tetesan Sang Surgawi
Yang dibaliknya penuh berkah dan kenikmatan
Biarkan langit
Yang bermuram dalam tangisan malam kelam
Jangan biarkan kesuraman itu merasuk di jiwamu
Pandanglah cermin
Dan lihatlah cahaya dalam pantulan hati
Minggu, 19 September 2010
BIRU KELABU RINDU
BIRU KELABU RINDU
By Riesa Annis Safitri
Tahuriku menemani
Namun duduk diam membisu
Mataku mengelana jauh mencarimu
Entah ke mana
Ombak lautan tak henti bersahutan membelai pantai
Terlintas sesaat bayang wajahmu
Saat kutatap permadani biru
Di tengah cahaya keemasan senja
Teringat saat indah bersamamu
Biru kelabu rindu padamu
Ingin ku ke tepian sana
Ke seberang lautan biru
Ku jelang engkau
Di tepian impian hatiku
Entah kapan?
Sebuah ilusi atau entah nyata
By Riesa Annis Safitri
Tahuriku menemani
Namun duduk diam membisu
Mataku mengelana jauh mencarimu
Entah ke mana
Ombak lautan tak henti bersahutan membelai pantai
Terlintas sesaat bayang wajahmu
Saat kutatap permadani biru
Di tengah cahaya keemasan senja
Teringat saat indah bersamamu
Biru kelabu rindu padamu
Ingin ku ke tepian sana
Ke seberang lautan biru
Ku jelang engkau
Di tepian impian hatiku
Entah kapan?
Sebuah ilusi atau entah nyata
Jumat, 03 September 2010
RASA TANPA ASA
RASA TANPA ASA
By Yofi Aresa
Tergeletak dalam indahnya sang jaga 4
Ditemani sang panjang
Beralaskan lembut sang kain
Berselimutkan sang merah
Hanya reruntuhan hati dalam asa
Tak dapat menjelajah luasnya hari
Hanya mozaik dan retorika menemani
Apa yang bisa ku dapat?
Waktu berkata apa?
Inilah jalanmu hari ini
Bisakah kau kembali?
Mengarungi luasnya hari esok
Tak ada rasa
Tanpa asa
Tiada mozaik
Tak ada yang dapat ku raih
Selain senja temaram penuh dengki
Haruskan ku berserah diri?
Menyendiri di pojok tersunyi
Menunggu sang surgawi
Datang menjemputku
Hingga ku terlelap dalam peraduan abadi
By Yofi Aresa
Tergeletak dalam indahnya sang jaga 4
Ditemani sang panjang
Beralaskan lembut sang kain
Berselimutkan sang merah
Hanya reruntuhan hati dalam asa
Tak dapat menjelajah luasnya hari
Hanya mozaik dan retorika menemani
Apa yang bisa ku dapat?
Waktu berkata apa?
Inilah jalanmu hari ini
Bisakah kau kembali?
Mengarungi luasnya hari esok
Tak ada rasa
Tanpa asa
Tiada mozaik
Tak ada yang dapat ku raih
Selain senja temaram penuh dengki
Haruskan ku berserah diri?
Menyendiri di pojok tersunyi
Menunggu sang surgawi
Datang menjemputku
Hingga ku terlelap dalam peraduan abadi
Sabtu, 28 Agustus 2010
DALAM BELENGU NARKOTIKA
Dalam Belengu Narkotika
By Riesa Annis Safitri
Aku terasing
Di pojok paling sunyi
Dalam belengu narkotika
Nyanyian detak jantungku
Nyanyian denyut nadiku
Desahan napasku
Menemani kesunyianku
Begitu beriringan
Bagai deretan gerbong kereta api
Aku tak mampu menahannya
Hati penuh dilema
Terlanjur dialiri darah hitam
Penuh belengu narkotika
Begitu erat mendekapku
Benda itu terus menghantuiku
Buatku mati sesaat
Buatku tercandu
Buatku senang
Terbang tinggi ke angkasa
Ingin ku terlepas darinya
Tapi darah hitam terlanjur tenggelam
Dalam aliran tubuhku
Terlanjur mendekapku
Tinggalah menanti ajal
Buatku tetap terasing
Di pojok paling sunyi
Dalam belengu narkotika
By Riesa Annis Safitri
Aku terasing
Di pojok paling sunyi
Dalam belengu narkotika
Nyanyian detak jantungku
Nyanyian denyut nadiku
Desahan napasku
Menemani kesunyianku
Begitu beriringan
Bagai deretan gerbong kereta api
Aku tak mampu menahannya
Hati penuh dilema
Terlanjur dialiri darah hitam
Penuh belengu narkotika
Begitu erat mendekapku
Benda itu terus menghantuiku
Buatku mati sesaat
Buatku tercandu
Buatku senang
Terbang tinggi ke angkasa
Ingin ku terlepas darinya
Tapi darah hitam terlanjur tenggelam
Dalam aliran tubuhku
Terlanjur mendekapku
Tinggalah menanti ajal
Buatku tetap terasing
Di pojok paling sunyi
Dalam belengu narkotika
Senin, 23 Agustus 2010
DUSTA
DUSTA
By Riesa Annis Safitri
Aku kan menari
Dalam angin musim semi
Dan guguran musim semi
Seperti mantra
Tak kan pernah rusak
Ku ingin kau tatap mataku
Ucapkan namaku
Genggam tanganku
Kau tidak berpikir aku bisa
Bantu aku
Jika ini adalah dusta
Tetap kebohongan akan mengakhiri
By Riesa Annis Safitri
Aku kan menari
Dalam angin musim semi
Dan guguran musim semi
Seperti mantra
Tak kan pernah rusak
Ku ingin kau tatap mataku
Ucapkan namaku
Genggam tanganku
Kau tidak berpikir aku bisa
Bantu aku
Jika ini adalah dusta
Tetap kebohongan akan mengakhiri
REMBULAN DAN MENTARI
REMBULAN DAN MENTARI
By Riesa feat Yogi
Yogi :
Sinar sang mentari
Tak secerah yang ku bayangkan
Seperti takdir
Ucapkan salam di ufuk timur
Ucapkan selamat tinggal di ufuk barat
Indahnya sang rembulan
Tak pernah ku jamah
Yang setia berikan sinarnya
Saat gelap hati melanda
Kilau sang mentari butakan semuanya
Ku telah buta dibuatnya
Nasibku
Berada di sebelah utara
Hingga mentari tak bisa dampingiku
Tetap di ufuk timur
Tetap di ufuk barat
Riesa :
Mentari
Terkadang buat kita buta
Sinarnya begitu terik
Membakar kulit
Menyilaukan hati
Menyilaukan mata
Buat kita buta
Tak seperti rembulan
Kan setia berikan cahaya
Kan selalu hangatkan hati
Disaat hati kelam
Disaat kegelapan datang melanda
Berikan jalan lurus
Disaat tersesat
Disaat tak tahu arah
Disaat tak bisa berpikir panjang
Berikanlah senyuman pada rembulan
Sudah menjadi takdir
Mentari berikan senyuman di ufuk timur
Lambaikan senyuman di ufuk barat
By Riesa feat Yogi
Yogi :
Sinar sang mentari
Tak secerah yang ku bayangkan
Seperti takdir
Ucapkan salam di ufuk timur
Ucapkan selamat tinggal di ufuk barat
Indahnya sang rembulan
Tak pernah ku jamah
Yang setia berikan sinarnya
Saat gelap hati melanda
Kilau sang mentari butakan semuanya
Ku telah buta dibuatnya
Nasibku
Berada di sebelah utara
Hingga mentari tak bisa dampingiku
Tetap di ufuk timur
Tetap di ufuk barat
Riesa :
Mentari
Terkadang buat kita buta
Sinarnya begitu terik
Membakar kulit
Menyilaukan hati
Menyilaukan mata
Buat kita buta
Tak seperti rembulan
Kan setia berikan cahaya
Kan selalu hangatkan hati
Disaat hati kelam
Disaat kegelapan datang melanda
Berikan jalan lurus
Disaat tersesat
Disaat tak tahu arah
Disaat tak bisa berpikir panjang
Berikanlah senyuman pada rembulan
Sudah menjadi takdir
Mentari berikan senyuman di ufuk timur
Lambaikan senyuman di ufuk barat
MENTARI SENJA
MENTARI SENJA
By Riesa feat Yogi
Yogi :
Awan gelap hilang perlahan
Membuka tabir sang mentari
Di cerahnya alam
Senja datang kembali
Riesa :
Senja itu datang
Memberikan senyumannya
Senja kan menghilang
Ketika mentari ucapkan selamat tinggal
Menjadi langit malam
Dihiasi senyuman rembulan
Yogi :
Malam kelam kembali mengusik hidupku
Mentari seakan sulit tuk menampakan sinarnya
Kapan sang mentari kan selalu mencerahkan hati?
Saat tak ada kegelapan hati di bumi
Riesa :
Senja buatku tersenyum
Senja kunanti ketika malam kelam merasuk dalam hatiku
Tapi....
Bagaimana jika senja tak muncul?
Tak cerahkan hatiku
Bersama mentari
Ketika malam kelam itu datang?
Ku kan setia menunggu
Hingga mentari senja datang
Buatku tersenyum kembali
By Riesa feat Yogi
Yogi :
Awan gelap hilang perlahan
Membuka tabir sang mentari
Di cerahnya alam
Senja datang kembali
Riesa :
Senja itu datang
Memberikan senyumannya
Senja kan menghilang
Ketika mentari ucapkan selamat tinggal
Menjadi langit malam
Dihiasi senyuman rembulan
Yogi :
Malam kelam kembali mengusik hidupku
Mentari seakan sulit tuk menampakan sinarnya
Kapan sang mentari kan selalu mencerahkan hati?
Saat tak ada kegelapan hati di bumi
Riesa :
Senja buatku tersenyum
Senja kunanti ketika malam kelam merasuk dalam hatiku
Tapi....
Bagaimana jika senja tak muncul?
Tak cerahkan hatiku
Bersama mentari
Ketika malam kelam itu datang?
Ku kan setia menunggu
Hingga mentari senja datang
Buatku tersenyum kembali
Sabtu, 21 Agustus 2010
CAHAYA FAJAR BIRU MUDA
CAHAYA FAJAR BIRU MUDA
By Riesa feat Muda Wijaya
Riesa :
Matahari cerah lagi hari ini
Dalam fajar biru muda
Aku menarik napas dalam-dalam
Udara di luar jendela
Berharap akan ada kejutan baik
Muda :
Dan sebagian cahayanya ada padamu
Maka jagalah cahaya itu bersamamu
Begitulah nyanyian pagi
Dan kau sebagai burung yang menari
Riesa :
Burung-burung bernyanyi
Menari dengan riangnya
Menyambut pagi yang cerah
Bersama cahaya fajar biru muda
By Riesa feat Muda Wijaya
Riesa :
Matahari cerah lagi hari ini
Dalam fajar biru muda
Aku menarik napas dalam-dalam
Udara di luar jendela
Berharap akan ada kejutan baik
Muda :
Dan sebagian cahayanya ada padamu
Maka jagalah cahaya itu bersamamu
Begitulah nyanyian pagi
Dan kau sebagai burung yang menari
Riesa :
Burung-burung bernyanyi
Menari dengan riangnya
Menyambut pagi yang cerah
Bersama cahaya fajar biru muda
SANG MENTARI
SANG MENTARI
By Riesa feat Yogi
I
Yogi :
Pagi datang
Menghapus jejak sang malam
Memberi cerah arti hidup
Memberi warna hati bahagia
Hilang terasa beban jiwa
Saat ku sambut sinarnya
Riesa :
Sambutlah sang mentari dengan suka cita
Yang selalu memberikan pencerahan
Yang akan menghilangkan segela kepenatan
Ketika mentari itu tersenyum
Mengucapkan salam paginya padamu
Merasuk dalam jiwamu
Membuat kau tersenyum
Yang akan menemanimu
Hingga ia harus kembali memberikan salam perpisahan padamu
Aku harap awan kelam tak bersedia mengganggu senyuman sang mentari
Yang dapat menghilangkan senyumanku dan kau
Yogi :
Mentari
Teruslah cerahkan duniaku
Meski waktu khan gelap
Teruslah sinari hatiku
Karna, cahyamu takkan hilang dihatiku
Riesa :
Cahaya mentari itu akan selalu setia
Mencerahkan seluruh dunia
Meski terkadang cahaya mentari itu lenyap di halau oleh awan kelam
Tetapi, mentari itu akan tetap tersenyum dari balik awan
Menyinari hatimu
Yogi :
Saat aku tatap mentari
Aku takut cahayanya menyilaukan hatiku
Sempat tersirat tuk menghalau cahaya tersebut
Tapi aku sadar
Hatiku kan gelap tanpa cahaya
Kini, cahaya itu kan ku terima meski menyakitkanku
II
Yogi :
Kini ku rasa gelap dalam hati
Tanpa kau matahari yg menyinari
Kau pergi menyinari hati yg lain
Sempat kau singgah menyinariku
Namun indah sang rembulan buatku tak rasakanmu
Kini kan ku tunggu kembali cahayamu
Kan ku simpan dalam harmoni maharani, matahariku
Riesa :
Kelamny hati ku yakin tak kan lama
Segera kan berakhir
Cepat atau lambat
Mentari kan kembali buatmu tersenyum
Jika kau setia menunggu hingga harmoni maharani mentari kembali buatmu tersenyum
Yogi :
Hanya 1 matahari dihati
Matahari yg dapat hangatkan hati dan memberikan arti hidup di dunia
Hanya dia
Kan ku tunggu hingga sang maharani, mentari kan kembali
Riesa :
Tunggulah....
Tak kan ada 2 matahari di hati
Yg kan menghangatkan hatimu
Yg kan memberikan arti hidup di dunia
Cukuplah...
Dengan 1 matahari
Yg menghiasi hatimu
Memberi arti hidup di dunia
Tunggulah....
III
Yogi :
Matahari...
Aq terperosok di lubang kegelapan hati...
Tanpa cahyamu...
Matahari...
Sinarilah aku, datanglah di negeri hatiku...
Kan ku tunggu hingga akhir waktuku...
Kau, maharani, matahariku...
Riesa :
Sinar maharani sang mentari kan menyinari hatimu
Cepat atau lambat
Tunggulah dengan setia
Kau tak akan terperosok ke lubang kegelapan hati
Ia kan datang ke negeri hatimu
Negeri hati penuh cahaya
Kau akan terperosok ke lubang cahaya maharani sang mentari....
By Riesa feat Yogi
I
Yogi :
Pagi datang
Menghapus jejak sang malam
Memberi cerah arti hidup
Memberi warna hati bahagia
Hilang terasa beban jiwa
Saat ku sambut sinarnya
Riesa :
Sambutlah sang mentari dengan suka cita
Yang selalu memberikan pencerahan
Yang akan menghilangkan segela kepenatan
Ketika mentari itu tersenyum
Mengucapkan salam paginya padamu
Merasuk dalam jiwamu
Membuat kau tersenyum
Yang akan menemanimu
Hingga ia harus kembali memberikan salam perpisahan padamu
Aku harap awan kelam tak bersedia mengganggu senyuman sang mentari
Yang dapat menghilangkan senyumanku dan kau
Yogi :
Mentari
Teruslah cerahkan duniaku
Meski waktu khan gelap
Teruslah sinari hatiku
Karna, cahyamu takkan hilang dihatiku
Riesa :
Cahaya mentari itu akan selalu setia
Mencerahkan seluruh dunia
Meski terkadang cahaya mentari itu lenyap di halau oleh awan kelam
Tetapi, mentari itu akan tetap tersenyum dari balik awan
Menyinari hatimu
Yogi :
Saat aku tatap mentari
Aku takut cahayanya menyilaukan hatiku
Sempat tersirat tuk menghalau cahaya tersebut
Tapi aku sadar
Hatiku kan gelap tanpa cahaya
Kini, cahaya itu kan ku terima meski menyakitkanku
II
Yogi :
Kini ku rasa gelap dalam hati
Tanpa kau matahari yg menyinari
Kau pergi menyinari hati yg lain
Sempat kau singgah menyinariku
Namun indah sang rembulan buatku tak rasakanmu
Kini kan ku tunggu kembali cahayamu
Kan ku simpan dalam harmoni maharani, matahariku
Riesa :
Kelamny hati ku yakin tak kan lama
Segera kan berakhir
Cepat atau lambat
Mentari kan kembali buatmu tersenyum
Jika kau setia menunggu hingga harmoni maharani mentari kembali buatmu tersenyum
Yogi :
Hanya 1 matahari dihati
Matahari yg dapat hangatkan hati dan memberikan arti hidup di dunia
Hanya dia
Kan ku tunggu hingga sang maharani, mentari kan kembali
Riesa :
Tunggulah....
Tak kan ada 2 matahari di hati
Yg kan menghangatkan hatimu
Yg kan memberikan arti hidup di dunia
Cukuplah...
Dengan 1 matahari
Yg menghiasi hatimu
Memberi arti hidup di dunia
Tunggulah....
III
Yogi :
Matahari...
Aq terperosok di lubang kegelapan hati...
Tanpa cahyamu...
Matahari...
Sinarilah aku, datanglah di negeri hatiku...
Kan ku tunggu hingga akhir waktuku...
Kau, maharani, matahariku...
Riesa :
Sinar maharani sang mentari kan menyinari hatimu
Cepat atau lambat
Tunggulah dengan setia
Kau tak akan terperosok ke lubang kegelapan hati
Ia kan datang ke negeri hatimu
Negeri hati penuh cahaya
Kau akan terperosok ke lubang cahaya maharani sang mentari....
LANGIT MALAM
LANGIT MALAM
By Riesa feat Muda Wijaya
Riesa :
Hai, langit malam
Apa kabarmu hari ini?
Kuharap langit malammu hari ini tak mendung
Temanilah aku
Hembuskanlah semilir angin malam di kamarku
Sehingga, bisa menumbuhkan inspirasi yang akan terus mengalir seperti air terjun
Temani aku untuk menemukan inspirasiku wahai langit dan angin malam
Hingga kau berganti menjadi langit dan angin pagi
Muda :
Bukalah sedikit saja jendelamu
Sebab kau kan rasakan kedatangan angin yang kau rindukan
Angin yang menemani catatanmu tergelincir
Menyibak kisah yang kau angankan
Riesa :
Dan kuharap angin itu akan segera datang
Sehingga akan banyak kisah yang aku dapatkan
Muda :
Sedapat malam menitipkan benda bendanya yang di terangkan
Hingga sedapat mungkin kau larungkan dalam kertasmu yang tak memilih bias
By Riesa feat Muda Wijaya
Riesa :
Hai, langit malam
Apa kabarmu hari ini?
Kuharap langit malammu hari ini tak mendung
Temanilah aku
Hembuskanlah semilir angin malam di kamarku
Sehingga, bisa menumbuhkan inspirasi yang akan terus mengalir seperti air terjun
Temani aku untuk menemukan inspirasiku wahai langit dan angin malam
Hingga kau berganti menjadi langit dan angin pagi
Muda :
Bukalah sedikit saja jendelamu
Sebab kau kan rasakan kedatangan angin yang kau rindukan
Angin yang menemani catatanmu tergelincir
Menyibak kisah yang kau angankan
Riesa :
Dan kuharap angin itu akan segera datang
Sehingga akan banyak kisah yang aku dapatkan
Muda :
Sedapat malam menitipkan benda bendanya yang di terangkan
Hingga sedapat mungkin kau larungkan dalam kertasmu yang tak memilih bias
LABIRIN CINTA
LABIRIN CINTA
By Riesa Annis Safitri
“Cinta itu akan berakhir suatu hari nanti.”
Kau berbisik sambil menjauh
Tidakkah kau melihat bahwa aku berpura-pura tidak mendengar itu?
Tak terhitung berapa kelopak bunga flamboyan menari bersama angin
Aku mengembara di labirin cinta yang penuh lika-liku
Aku sedang tenggelam dalam emosi yang hilang
Bahkan jika kita sudah berpisah
Kita dapat menghentikan waktu dan memanggil satu sama lain
Jika ada cinta
Aku memang tak ingin cinta ini akan berakhir suatu hari nanti
Aku tak mengharapkan hari itu akan segera tiba
Dua kata yang harus kita renungi
Percaya dan Setia
Apakah cinta itu akan bermakna bila tak ada kata-kata itu?
Cinta itu akan hilang
Bersama kelopak bunga flamboyan yang tertiup angin
bila tak ada kata-kata itu
Memang
Banyak orang yang berkata terkadang cinta itu menyakitkan.
Begitu menyakitkankah?
Sayangnya aku belum pernah merasakan bagaimana lika-liku hati
ketika sedang berada dalam labirin cinta
Mungkin di dalam labirin cinta itu tak hanya ada rasa cinta antara sepasang kekasih
Aku telah mencoba mengembara di labirin cinta
Di dalam labirin cinta masih banyak labirin cinta yang lain
Setelah kutemukan semua jawaban dari pertanyaan itu
Kini telah kutemukan lagi sebuah irama kesunyian
yang membuat tubuhku menari bergerak mengikuti irama jiwa
Memang tak mudah menjawab semua yang ada di dalam labirin cinta
Labirin yang penuh lika-liku
Terkadang kita bisa pusing dibuatnya
Tapi aku akan tetap berdiri tegak walau apa pun menghalangi perjalananku di labirin cinta
Mungkin di dalam labirin cinta itu tak hanya ada rasa cinta antara sepasang kekasih
Aku telah mencoba mengembara di labirin cinta
Di dalam labirin cinta masih banyak labirin cinta yang lain
Kutemukan semua itu di dalam LABIRIN CINTA
By Riesa Annis Safitri
“Cinta itu akan berakhir suatu hari nanti.”
Kau berbisik sambil menjauh
Tidakkah kau melihat bahwa aku berpura-pura tidak mendengar itu?
Tak terhitung berapa kelopak bunga flamboyan menari bersama angin
Aku mengembara di labirin cinta yang penuh lika-liku
Aku sedang tenggelam dalam emosi yang hilang
Bahkan jika kita sudah berpisah
Kita dapat menghentikan waktu dan memanggil satu sama lain
Jika ada cinta
Aku memang tak ingin cinta ini akan berakhir suatu hari nanti
Aku tak mengharapkan hari itu akan segera tiba
Dua kata yang harus kita renungi
Percaya dan Setia
Apakah cinta itu akan bermakna bila tak ada kata-kata itu?
Cinta itu akan hilang
Bersama kelopak bunga flamboyan yang tertiup angin
bila tak ada kata-kata itu
Memang
Banyak orang yang berkata terkadang cinta itu menyakitkan.
Begitu menyakitkankah?
Sayangnya aku belum pernah merasakan bagaimana lika-liku hati
ketika sedang berada dalam labirin cinta
Mungkin di dalam labirin cinta itu tak hanya ada rasa cinta antara sepasang kekasih
Aku telah mencoba mengembara di labirin cinta
Di dalam labirin cinta masih banyak labirin cinta yang lain
Setelah kutemukan semua jawaban dari pertanyaan itu
Kini telah kutemukan lagi sebuah irama kesunyian
yang membuat tubuhku menari bergerak mengikuti irama jiwa
Memang tak mudah menjawab semua yang ada di dalam labirin cinta
Labirin yang penuh lika-liku
Terkadang kita bisa pusing dibuatnya
Tapi aku akan tetap berdiri tegak walau apa pun menghalangi perjalananku di labirin cinta
Mungkin di dalam labirin cinta itu tak hanya ada rasa cinta antara sepasang kekasih
Aku telah mencoba mengembara di labirin cinta
Di dalam labirin cinta masih banyak labirin cinta yang lain
Kutemukan semua itu di dalam LABIRIN CINTA
KEDASI
KEDASI
By Riesa Annis Safitri
Hai, kedasi
Sepulang dari ruma lima ku dengar nyanyianmu
Nyanyian entah sebuah tangisan atau kebahagiaan
Tunjukkanlah dirimu
Wahai kedasi
Nyanyianmu terdengar miris di hatiku
Nyanyian entah sebuah tangisan atau kebahagiaan
Ingin sekali ku melihat wujudmu
Keluarlah dari persembunyianmu
Wahai kedasi....
By Riesa Annis Safitri
Hai, kedasi
Sepulang dari ruma lima ku dengar nyanyianmu
Nyanyian entah sebuah tangisan atau kebahagiaan
Tunjukkanlah dirimu
Wahai kedasi
Nyanyianmu terdengar miris di hatiku
Nyanyian entah sebuah tangisan atau kebahagiaan
Ingin sekali ku melihat wujudmu
Keluarlah dari persembunyianmu
Wahai kedasi....
TARIAN SAKURA
TARIAN SAKURA
By Riesa Annis Safitri
Tak ada perubahan tiap musim semi
Sakuramu tetap berguguran
Aku sudah kembali
Mengingat Tarian Sakuramu
Yang bersama semilir angin menyentuh
Guguran Sakuramu seperti mengirimkan nadanya
Yang membawaku terbang ke angkasa
Bersamamu
Hingga menelanjangi seluruh batin kita
By Riesa Annis Safitri
Tak ada perubahan tiap musim semi
Sakuramu tetap berguguran
Aku sudah kembali
Mengingat Tarian Sakuramu
Yang bersama semilir angin menyentuh
Guguran Sakuramu seperti mengirimkan nadanya
Yang membawaku terbang ke angkasa
Bersamamu
Hingga menelanjangi seluruh batin kita
PENGEMBARA LEMBAH MIMPI
PENGEMBARA LEMBAH MIMPI
By Riesa Annis Safitri
Kini aku hanyalah seorang pengembara lembah mimpi
Yang hidup dalam dunia imajinasi sendiri
Aku terdiam di lautan biru kesepian
Tidak tahu harus bagaimana
Tidak bisa bergerak maju, datang dan berhenti
Aku merenda air mata di lautan biru kesepian
Aku terus mengembara di lembah mimpi
Aku tak bisa melihatnya
Kemarin...
Hari ini...
Besok...
Bahkan tidak mencari jawaban
Aku terpejam
Aku hanya bisa menyerahkan diri untuk kelemahan ini
Dengan dosa egoisme
By Riesa Annis Safitri
Kini aku hanyalah seorang pengembara lembah mimpi
Yang hidup dalam dunia imajinasi sendiri
Aku terdiam di lautan biru kesepian
Tidak tahu harus bagaimana
Tidak bisa bergerak maju, datang dan berhenti
Aku merenda air mata di lautan biru kesepian
Aku terus mengembara di lembah mimpi
Aku tak bisa melihatnya
Kemarin...
Hari ini...
Besok...
Bahkan tidak mencari jawaban
Aku terpejam
Aku hanya bisa menyerahkan diri untuk kelemahan ini
Dengan dosa egoisme
SENANDUNG CINTA
SENANDUNG CINTA
By Riesa Annis Safitri
Musim cinta mengapung kekerasan
Terjebak di antara masa
Perasaan ini tidak dapat diselesaikan
Biarkan aku mendengar senandung cintamu
Tidak peduli seberapa kesepianku
Aku tahu kau tidak bisa kembali
Tapi rindu ini terlanjur tenggelam
Dalam senandung cinta
Aku punya perasaan yang bertemu lagi
Senandung cinta yang setia
Dalam kehampaan rasa
Tak akan hilang oleh gelapnya waktu
By Riesa Annis Safitri
Musim cinta mengapung kekerasan
Terjebak di antara masa
Perasaan ini tidak dapat diselesaikan
Biarkan aku mendengar senandung cintamu
Tidak peduli seberapa kesepianku
Aku tahu kau tidak bisa kembali
Tapi rindu ini terlanjur tenggelam
Dalam senandung cinta
Aku punya perasaan yang bertemu lagi
Senandung cinta yang setia
Dalam kehampaan rasa
Tak akan hilang oleh gelapnya waktu
Kamis, 19 Agustus 2010
Debut Pertama Di Dunia Modelling
Ini fotoku saat ikut lomba photogenic dan modelling di Centro tanggal 14 dan 15 Agustus kemarin XD. Awalnya aku cuma ikut lomba photogenic, tetapi karena tumben-tumbenan peraturannya harus foto di lokasi lomba, terpaksa aku harus kesana dengan style seperti ini. Begitu sampai sana, eh ternyata fotonya cuma sebentar banget. Ga mau ngerasa rugi udah dibela-belain ke salon, ya udah iseng-iseng aku ikut kategori lomba yang lagi satu. Lomba modelling. Aku grogi banget pas di atas panggung karena baru pertama kalinya aku berlenggak-lenggok di atas catwalk. Aku berusaha menghilangkan grogi itu karena aku ingin berusaha untuk mencoba.
Nggak disangka-sangka, pas pengumuman aku berhasil mendapat juara harapan 2 untuk kategori modellingnya. Yah, hasil yang lumayan untuk debut pertama tanpa latihan sama sekali. Dan juara 2 untuk kategori photogenicnya. Thanks GOD! You Bless Me Always XD. Aku akan berusaha untuk tampil lebih baik di lomba selanjutnya :)
^_^v
Narsis bersama pialaku XP
Salam
Pie_Pie Bo
Taka Shinrei ^_^v
Ketika Sebuah Keajaiban Datang Dari Naskah Air Mata Pintu Kota
Tanggal 5 Agustus kemarin jadi hari yang begitu indah bagiku ketika aku tahu ternyata cerpenku yang berjudul AIR MATA PINTU KOTA meraih juara 3 dalam lomba yang diadakan oleh Balai Bahasa Provinsi Bali. Aku seneng banget!!! Thanks GOD!!! Thanks buat Pak Muda Wijaya pelatihku di Teater Limas yang sangat kukagumi yang sudah memberikan dukungan dan inspirasi padaku XD. Thanks juga buat orang tuaku dan teman-teman yang sudah memberikan dukungan serta doa. Aku bakal berjuang untuk di tingkat Nasionalnya. Mohon dukungan dan doanya. Sankyuu ^_^v
Waktu penyerahan piala dan piagam penghargaan :)
Ini cuplikan dari cerpenku yang berjudul Air Mata Pintu Kota :
"Tanpa sadar butiran-butiran kristal bening itu menitik satu persatu di samudera perkabungan dari mataku bersamaan dengan tetesan-tetesan air hujan yang mulai turun dari langit membasahi Bumi. Aku menengadahkan kepalaku, menantang air hujan yang semakin lama semakin deras. Air mataku mengalir bersama AIR MATA PINTU KOTA."
^_^v
Salam
Pie_Pie Bo
Taka Shinrei ^_^v
Rabu, 28 April 2010
Iseng-Iseng Ikutan Lomba
Waktu lagi jalan-jalan ke Gramedia sama adikku, tiba-tiba aku melihat ada brosur yang menyatakan bahwa Gramedia sedang mengadakan lomba-lomba dalam rangka 10 tahun Gramedia.
Iseng-iseng aku ikutan deh, lomba photogenic remaja and lomba mengarang cerita tentang Gramedia kategori umum....
Sayangnya, pengumuman pemenang lombanya bukan pas hari libur.... Jadinya, aku memutuskan untuk kesana sore harinya sepulang sekolah. Hanya saja, mamaku tak mengizinkan karna akhir2 ini lagi musim hujan petir jadi agak rawan kalau berpergian naik motor. Tapi, aku tetap memaksa untuk tetap kesana sampai akhirnya mamaku memilih untuk ikut mengantarkanku. Lalu, saat jam pelajaran Agama Hindu tiba-tiba HP-ku bergetar. Untung saja saat pelajaran Agama Hindu, yang Non Hindu nggak ikut pelajaran jadi aku bisa angkat telepon itu. Nomor itu tak kukenal. Hingga akhirnya, saat aku angkat telepon itu ternyata itu dari Gramedia, yg memberikan informasi bahwa aku menjadi salah satu pemenang dalam lomba photogenic remaja itu. Aku disuruh kesana pukul 11 siang, sementara aku saat itu sedang sekolah. Akhirnya, aku bilang saja kalau aku bakal ambil hadiahnya pada sore harinya. Dengan penuh semangat aku sms mamaku dan memberitahukan berita ini.
Sore harinya, saat papaku pulang kerja dengan penuh semangat aku memberitahukan kepada papaku. Hmmm, ternyata papaku sedang baek.... Akhirnya, papaku mau mengantarku kesana and nggak jadi naik motor. Jadilah, akhirnya sekalian jalan-jalan kesana sekeluarga. Pas sampai disana aku baru tahu, ternyata aku mendapat juara 3. Walau pun belum bisa menjadi yang nomor satu aku sudah bersyukur banget bisa menjadi salah satu pemenang dan membuat ortu bangga XD.
Karena terlalu semangat ortuku menyuruhku berpose di depan Gramedia padahal pengunjung sedang ramai-ramainya. Tapi nggak apalah, sekali-kali narsis disana XP
Adikku pengen ikutan berpose juga ternyata :P
Iseng-iseng aku ikutan deh, lomba photogenic remaja and lomba mengarang cerita tentang Gramedia kategori umum....
Sayangnya, pengumuman pemenang lombanya bukan pas hari libur.... Jadinya, aku memutuskan untuk kesana sore harinya sepulang sekolah. Hanya saja, mamaku tak mengizinkan karna akhir2 ini lagi musim hujan petir jadi agak rawan kalau berpergian naik motor. Tapi, aku tetap memaksa untuk tetap kesana sampai akhirnya mamaku memilih untuk ikut mengantarkanku. Lalu, saat jam pelajaran Agama Hindu tiba-tiba HP-ku bergetar. Untung saja saat pelajaran Agama Hindu, yang Non Hindu nggak ikut pelajaran jadi aku bisa angkat telepon itu. Nomor itu tak kukenal. Hingga akhirnya, saat aku angkat telepon itu ternyata itu dari Gramedia, yg memberikan informasi bahwa aku menjadi salah satu pemenang dalam lomba photogenic remaja itu. Aku disuruh kesana pukul 11 siang, sementara aku saat itu sedang sekolah. Akhirnya, aku bilang saja kalau aku bakal ambil hadiahnya pada sore harinya. Dengan penuh semangat aku sms mamaku dan memberitahukan berita ini.
Sore harinya, saat papaku pulang kerja dengan penuh semangat aku memberitahukan kepada papaku. Hmmm, ternyata papaku sedang baek.... Akhirnya, papaku mau mengantarku kesana and nggak jadi naik motor. Jadilah, akhirnya sekalian jalan-jalan kesana sekeluarga. Pas sampai disana aku baru tahu, ternyata aku mendapat juara 3. Walau pun belum bisa menjadi yang nomor satu aku sudah bersyukur banget bisa menjadi salah satu pemenang dan membuat ortu bangga XD.
Karena terlalu semangat ortuku menyuruhku berpose di depan Gramedia padahal pengunjung sedang ramai-ramainya. Tapi nggak apalah, sekali-kali narsis disana XP
Adikku pengen ikutan berpose juga ternyata :P
Minggu, 21 Maret 2010
Tentang Taman Ueno :)
Taman ini cukup terkenal di Jepang dan menjadi tema di salah satu cerpenku yg berjudul "SHITA NI SAKURA".... :)
Berikut penjelasan mengenai Taman Ueno... :D
Taman Ueno (上野公園 ,Ueno kōen?) adalah taman umum yang berada di kawasan Ueno, distrik Taito-ku, Tokyo, Jepang. Nama resminya adalah Taman Ueno Pemberian Kaisar (上野恩賜公園 ,Ueno onshi kōen?). Taman seluas sekitar 530 ribu meter persegi ini dikelola Dinas Pekerjaan Umum Tokyo.
Di sebelah selatan taman terdapat kolam luas bernama Kolam Shinobazu. Di musim panas, sebagian permukaan kolam dipenuhi dengan indahnya daun-daun hijau dan merah muda bunga tanaman seroja. Di musim dingin, burung-burung migran menggunakan Kolam Shinobazu sebagai tempat tinggal sementara hingga datangnya musim semi. Di musim semi, Taman Ueno populer sebagai tempat melihat bunga sakura. Ketika bunga sakura sedang mekar-mekarnya, taman ini ramai dengan orang yang datang berkelompok-kelompok untuk melakukan hanami.
Sejarah
Taman Ueno bermula dari sebuah kuil bernama Kan'ei-ji yang dibangun pada zaman Edo oleh shogun ke-3 Tokugawa Iemitsu. Kuil tersebut dibangun untuk menyegel kekuatan jahat dari timur laut yang dipercaya sebagai mata angin sial. Semasa Perang Boshin, bangunan Kan'ei-ji habis terbakar setelah dipakai sebagai benteng pertahanan kelompok prajurit pendukung keshogunan yang disebut Shōgitai.
Pada tahun 1870, dokter Belanda bernama Anthonius Bauduin datang untuk memeriksa lokasi bekas Kan'ei-ji. Menurut rencana, di lokasi ini akan didirikan sekolah kedokteran dan rumah sakit. Ia juga menyarankan kepada pemerintah untuk mempertahankan kawasan Ueno sebagai sebuah taman.
Pada tahun 1837, lokasi untuk Taman Ueno ditetapkan berdasarkan perintah Dajōkan (menteri dalam negeri). Taman Ueno selesai dibangun dan dibuka untuk umum pada tahun 1876. Pembangunan Kebun Binatang Ueno dan Museum Nasional Tokyo dimulai tahun 1882. Pada tahun 1890, tanah kawasan taman menjadi hak milik dan berada di bawah yurisdiksi Bagian Rumah Tangga Kekaisaran.
Pada tahun 1924, Bagian Rumah Tangga Kekaisaran menghibahkan taman kepada pemerintah kota Tokyo, sehingga taman secara resmi diberi nama Taman Ueno Pemberian Kaisar (Ueno Onshi Kōen). Di Jalur Utama Keisei dibangun stasiun kereta api baru antara Stasiun Nippori dan Stasiun Keisei Ueno. Stasiun selesai tahun 1933 dan diberi nama Stasiun Hakubutsukan-Doubutsuen. Pada tahun 1997, Stasiun Hakubutsukan-Doubutsuen berhenti beroperasi sebelum dihapus pada tahun 2004.
Pada tahun 1973, patung Anthonius Bauduin didirikan untuk memperingati 100 tahun berdirinya Taman Ueno. Namun wajah patung keliru dibuat dari potret wajah adik Anthonius Bauduin. Patung dengan wajah yang benar selesai dibangun kembali pada tahun 2006.
Fasilitas dan obyek wisata
Museum dan kebun binatang
* Museum Nasional Tokyo
* Museum Ilmu Pengetahuan Nasional Jepang
* Museum Nasional Seni Barat
* Museum Seni Metropolitan Tokyo
* Museum Seni Ueno no Mori
* Museum Seni Universitas Nasional Seni dan Musik Tokyo
* Kebun Binatang Ueno
Universitas dan perpustakaan
* Universitas Seni Tokyo
* Perpustakaan Bacaan Anak Internasional
Gedung pertunjukan dan kantor
* Tokyo Festival Hall
* Japan Art Academy
Peninggalan bersejarah dan kuil
* Ueno Tōshō-gū (kuil Shinto)
* Kan'ei-ji (pagoda)
* Kuil Benzaiten
* Kolam Shinobazu
* Patung perunggu Saigō Takamori karya Takamura Kōun
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Ueno
Musim Semi Di Jepang
Menjelang akhir Maret dan ke April, pohon-pohon sakura mengusir musim dingin mereka dormansi dan meledak dalam warna. Bunga sakura yang menjadi ikon dari Jepang menarik orang keluar dari rumah mereka, bersenjatakan kamera dan Pensil, dll mereka bertujuan untuk menangkap sekilas pertama tanda-tanda cuaca yang lebih hangat di depan. Perhatian beralih ke hanami, perayaan musim semi yang telah mereka piknik di kebun, menghambat sarat dengan sushi, daging sushi dan sake.
Bahkan, awal April cherry blossom waktu yang telah dan hilang di sebagian besar tanah ini yang membentang dari garis lintang 20 derajat. Di Okinawa, hanami dapat dirayakan di bulan Januari, ketika Hokkaido masih dalam musim dingin. Bunga-bunga di Kyushu sering keluar pada pertengahan Maret, sedangkan di Kyoto dan Tokyo dalam pesta pora harus menunggu satu minggu lagi. Up di Sapporo, itu sebulan lagi sebelum sakura benar-benar menunjukkan warna mereka.
Khusus segmen laporan cuaca harian melacak bunga-bunga 'kemajuan utara, disaksikan oleh warga dengan penuh semangat mengantisipasi simbolis awal musim semi, dan perayaan yang dihasilkannya.
The Best Time to Visit Japan
Penduduk setempat antusiasme untuk musim semi di Jepang akan menunjukkan bahwa itu adalah waktu nyaman untuk dikunjungi.Tapi itu tidak terjadi. Sementara sakura adalah sekilas memamerkan perhiasan mereka, orang banyak sangat normal bagi negara terpadat ini. Pada sebagian besar Jepang, musim liburan belum dimulai.
Waktu liburan publik di Jepang datang pada akhir April atau awal Mei - Golden Week. Turis harus secara serius mempertimbangkan untuk menghindari bahwa musim liburan pendek. Transportasi, tempat-tempat wisata dan akomodasi yang cukup berada di bawah tekanan selama Golden Week di Jepang, dan orang banyak yang tidak terlalu menyenangkan bagi turis asing. Saran terbaik bagi pengunjung menginginkan kondisi cuaca yang masuk akal untuk menikmati pemandangan dan kenikmatan Jepang adalah untuk berada di sana sebelum Golden Week, atau menunda perjalanan sampai musim gugur.
Wisatawan harus menyadari bahwa pada waktu bunga sakura, membuat rencana terbaik bisa datang kemandekan. Adalah bunga-bunga terbaik mereka untuk waktu yang sangat singkat - nyaris beberapa hari. Peramalan terbaik yang mungkin dapat dibuat untuk melihat biasa oleh badai tiba-tiba, atau hujan badai yang mengubah bunga yang rapuh untuk sampah basah. Tapi wisatawan tidak boleh putus asa. Kegembiraan musim semi masih menyerap suasana, bahwa dosis pendek cuaca buruk akan pergi secepat itu datang, dan di tikungan berikutnya mungkin saja ada kerusuhan warna.
Some Great Places to View the Cherry Blossoms
Dengan asumsi peramalan cukup akurat dan ada sedikit keberuntungan di bahu, wisatawan dapat mengalami dosis khusus dari bunga sakura di tempat-tempat berikut.
* Kyoto. Sebagian besar taman umum di kota kuno ini dan banyak jalan-jalan yang dihiasi dengan sakura. Kyoto adalah kota yang kompak, mudah untuk berkeliling. Ada banyak menyenangkan berjalan antara berbagai atraksi indah, paling menyenangkan di musim semi yang indah.
* Hakone.Terletak di Fuji-Hakone-Izu National Park, daerah Hakone menawarkan beberapa pemandangan alamnya yang sempurna, disorot oleh Fuji-san itu sendiri. Pada musim semi, yang sakura tidak pernah jauh, dan dapat dinikmati sebelum masa berkumpul. Wisatawan dianjurkan untuk menghindari terjadi di akhir pekan sekalipun. Hakone adalah hari yang populer tujuan perjalanan bagi penduduk Tokyo.
* Tokyo. Seperti dengan Kyoto, ada banyak ruang-ruang publik di ibukota di mana bunga sakura dapat dinikmati. Salah satu yang paling populer adalah Taman Ueno. Kembali pusat kota di luar Imperial Palace, it's menarik untuk menyaksikan pengamat cherry blossom berjejer di sepanjang Hongo Dori.
* Kumamoto.Kota di Kyushu ini terkenal dengan kastil, daya tarik yang indah dalam dirinya sendiri. Alasan olahraga koleksi yang bagus sakura.
* Matsuyama. Kota benteng lain, kali ini di Jepang terkecil dari empat pulau utama, Shikoku. Pengunjung di musim semi dapat menikmati oshiro Matsuyama Matsuri (benteng festival), diadakan setiap tahun pada puncak musim bunga ceri (seperti di kota-kota benteng yang lain juga).
* Matsumae. Jika sedikit kemudian di musim dan bersedia untuk berani Golden Week, pengunjung dapat mempertimbangkan Matsumae di Hokkaido. Koen Matsumae membanggakan beberapa 1000 sakura dari 250 varietas. Sebuah pesta warna pada akhir bulan April atau awal Mei.
Ada banyak saran dan informasi tentang Jepang untuk memuaskan pertanyaan di Negeri Matahari Terbit sebagai tempat untuk liburan berikutnya. Sejarah, budaya, makanan, teknologi - semua pada menunjukkan brilian mereka terbaik di musim semi, cherry blossom waktu.
Sumber : jnto.go.jp - Organisasi Turis Nasional Jepang, Diakses 5 Maret 2010
Read more at Suite101: Jepang pada musim semi: Kunjungan Selama Cherry Blossom Time http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://japan-travel.suite101.com/article.cfm/visit-japan-in-the-spring&rurl=translate.google.co.id&twu=1&usg=ALkJrhjE6Q8gJLb9QVlMUUXFFxm2gsW4Bg#ixzz0ipPGguhg
Dance in Hotel :D
Ini artikel pertamaku mengenai salah satu hobiku :D,yaitu menari Bali :D
Aku memang bukan orang asli Bali, tapi aq hobi bgt nari Bali... :D
Tari Bali kan juga salah satu kebudayaan Indonesia yg harus dijaga n dilestarikan... Ya gag kawand2??? :D
Malam ini aq dapat job mengisi acara di Hotel Conrad, Nusa Dua.... Walau pun blom ckup lama aq job dsana, tp aq seneng banget bisa diberi kesempatan buat job dsana :)
Malam ini tamu2 banyak bgt membuatku makin bersemangat menampilkan tarianku bersama kawand2 :)
Setiap menari di hotel tarian yg paling aq suka adalah tari Joged, kenapa??? Bisa tebak gag???
Karena kalo menari tarian Joged kita bisa mengajak tamu2 itu menari jadi kita bisa berinteraksi secara langsung bersama para tamu di hotel... :D
Tadi aq diajak foto bareng bersama cwo dari Jepang... So handsome... ^_^v
Coba bisa kenalan y.... :P
hahaha
Taka Shinrei ^_^v
Pie_Pie Bo...
Rabu, 10 Maret 2010
Biografi Rendra (Willibrordus Surendra Bawana Rendra)
Rendra (Willibrordus Surendra Bawana Rendra), lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935 – meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.
Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya.
Pendidikan
• TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
• SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
• Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat.
• mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
"Kaki Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
Pada tahun 1967, sepulang dari Amerika Serikat, ia mendirikan Bengkel Teater yang sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Namun sejak 1977 ia mendapat kesulitan untuk tampil di muka publik baik untuk mempertunjukkan karya dramanya maupun membacakan puisinya. Kelompok teaternyapun tak pelak sukar bertahan. Untuk menanggulangi ekonominya Rendra hijrah ke Jakarta, lalu pindah ke Depok. Pada 1985, Rendra mendirikan Bengkel Teater Rendra yang masih berdiri sampai sekarang dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.
Bengkel teater ini berdiri di atas lahan sekitar 3 hektar yang terdiri dari bangunan tempat tinggal Rendra dan keluarga, serta bangunan sanggar untuk latihan drama dan tari.
Di lahan tersebut tumbuh berbagai jenis tanaman yang dirawat secara asri, sebagian besar berupa tanaman keras dan pohon buah yang sudah ada sejak lahan tersebut dibeli, juga ditanami baru oleh Rendra sendiri serta pemberian teman-temannya. Puluhan jenis pohon antara lain, jati, mahoni, ebony, bambu, turi, mangga, rambutan, jengkol, tanjung, singkong dan lain-lain.
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.
Penghargaan
• Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
• Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
• Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
• Hadiah Akademi Jakarta (1975)
• Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
• Penghargaan Adam Malik (1989)
• The S.E.A. Write Award (1996)
• Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.
Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.
Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra diceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.
Sejak tahun 1977 ketika ia sedang menyelesaikan film garapan Sjumanjaya, "Yang Muda Yang Bercinta" ia dicekal pemerintah Orde Baru. Semua penampilan di muka publik dilarang. Ia menerbitkan buku drama untuk remaja berjudul "Seni Drama Untuk Remaja" dengan nama Wahyu Sulaiman. Tetapi di dalam berkarya ia menyederhanakan namanya menjadi Rendra saja sejak 1975.
Drama
• Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
• Bib Bob Rambate Rate Rata (Teater Mini Kata) - 1967
• SEKDA (1977)
• Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 6 kali)
• Mastodon dan Burung Kondor (1972)
• Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
• Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
• Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
• Lysistrata (terjemahan)
• Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
• Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
• Kasidah Barzanji (dimainkan 2 kali)
• Panembahan Reso (1986)
• Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)
• Shalawat Barzanji
• Sobrat
Kumpulan Sajak/Puisi
• Ballada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
• Blues untuk Bonnie
• Empat Kumpulan Sajak
• Sajak-sajak Sepatu Tua
• Mencari Bapak
• Perjalanan Bu Aminah
• Nyanyian Orang Urakan
• Pamphleten van een Dichter
• Potret Pembangunan Dalam Puisi
• Disebabkan Oleh Angin
• Orang Orang Rangkasbitung
• Rendra: Ballads and Blues Poem
• State of Emergency
Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya.
Pendidikan
• TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
• SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
• Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat.
• mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
"Kaki Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
Pada tahun 1967, sepulang dari Amerika Serikat, ia mendirikan Bengkel Teater yang sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Namun sejak 1977 ia mendapat kesulitan untuk tampil di muka publik baik untuk mempertunjukkan karya dramanya maupun membacakan puisinya. Kelompok teaternyapun tak pelak sukar bertahan. Untuk menanggulangi ekonominya Rendra hijrah ke Jakarta, lalu pindah ke Depok. Pada 1985, Rendra mendirikan Bengkel Teater Rendra yang masih berdiri sampai sekarang dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.
Bengkel teater ini berdiri di atas lahan sekitar 3 hektar yang terdiri dari bangunan tempat tinggal Rendra dan keluarga, serta bangunan sanggar untuk latihan drama dan tari.
Di lahan tersebut tumbuh berbagai jenis tanaman yang dirawat secara asri, sebagian besar berupa tanaman keras dan pohon buah yang sudah ada sejak lahan tersebut dibeli, juga ditanami baru oleh Rendra sendiri serta pemberian teman-temannya. Puluhan jenis pohon antara lain, jati, mahoni, ebony, bambu, turi, mangga, rambutan, jengkol, tanjung, singkong dan lain-lain.
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.
Penghargaan
• Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
• Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
• Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
• Hadiah Akademi Jakarta (1975)
• Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
• Penghargaan Adam Malik (1989)
• The S.E.A. Write Award (1996)
• Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.
Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.
Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra diceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.
Sejak tahun 1977 ketika ia sedang menyelesaikan film garapan Sjumanjaya, "Yang Muda Yang Bercinta" ia dicekal pemerintah Orde Baru. Semua penampilan di muka publik dilarang. Ia menerbitkan buku drama untuk remaja berjudul "Seni Drama Untuk Remaja" dengan nama Wahyu Sulaiman. Tetapi di dalam berkarya ia menyederhanakan namanya menjadi Rendra saja sejak 1975.
Drama
• Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
• Bib Bob Rambate Rate Rata (Teater Mini Kata) - 1967
• SEKDA (1977)
• Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 6 kali)
• Mastodon dan Burung Kondor (1972)
• Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
• Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
• Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
• Lysistrata (terjemahan)
• Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
• Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
• Kasidah Barzanji (dimainkan 2 kali)
• Panembahan Reso (1986)
• Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)
• Shalawat Barzanji
• Sobrat
Kumpulan Sajak/Puisi
• Ballada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
• Blues untuk Bonnie
• Empat Kumpulan Sajak
• Sajak-sajak Sepatu Tua
• Mencari Bapak
• Perjalanan Bu Aminah
• Nyanyian Orang Urakan
• Pamphleten van een Dichter
• Potret Pembangunan Dalam Puisi
• Disebabkan Oleh Angin
• Orang Orang Rangkasbitung
• Rendra: Ballads and Blues Poem
• State of Emergency
BIOGRAFI Prof Dr Taufik Abdullah
Mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini seorang sejarawan dan peneliti yang teguh berpegang pada etika ilmiah. Pria kelahiran Bukittinggi, 3 Januari 1936, lulusan Jurusan Sejarah Fakultas Sastra & Kebudayaan UGM Yogyakarta (1961) dan doktor (S3) Universitas Cornell, Ithaca, AS (1970), ini senang menjadi peneliti, karena merasa tidak terpasung pada birokrasi.
Menurutnya seorang peneliti dituntut untuk berpegang teguh pada etika ilmiah. Karena itu, diperlukan kejujuran, sehingga tercapai integritas intelektual. Sikap wajar diperlukan, di samping rasional dan jernih dalam berpikir -- sikap yang bukannya tidak mengundang risiko.
Prof Dr Taufik Abdullah menganggap sejarawan Indonesia masih terbelenggu pada asumsi-asumsi teoretis maupun primordial. Posisi sejarawan hendaknya netral, dan menjaga jarak dari sasaran penelitian, sehingga dapat memberi makna obyektif terhadap realitas.
Dipandang dari segi peranan kaum intelektual, masa Orde Baru, di mata Taufik, terbagi dalam tiga periode. Masa 1966-1974 merupakan periode kreatif-produktif bagi kaum intelektual. Dalam periode itu berbagai masalah strategi pembangunan dibicarakan. Masa 1974-1978 merupakan periode transisi. Di sini, dilihatnya, ada kecenderungan kaum teknokrasi makin dihargai. Yang dihargai, menurut dia, bukan gagasan mereka, tetapi pelaksanaannya. Periode 1978 hingga sekarang, peranan intelektual semakin diambil oleh penguasa. ''Akibatnya, kesegaran berpikir berkurang, dan eksesnya merangsang untuk bertindak radikal,'' kata Taufik.
Taufik menolak pendapat ahli sejarah modern Indonesia dari Prancis, Dr Jacques Leclerc, bahwa sejarawan Indonesia sering melakukan pembunuhan dua kali terhadap tokoh sejarah bangsanya -- dengan mengucilkannya, karena tidak disenangi oleh kelompok tertentu, dan kemudian bersikap diam terhadap keadaan itu. Kata Taufik, sejarawan memiliki perhatian berbeda terhadap suatu bidang kajian -- yang menyukai dinamika sosial misalnya, tidak bisa dipaksa memperhatikan tokoh-tokoh sejarah.
Menganggap sastra sangat dekat dengan sejarah, ia berpendapat bahwa, ''Perang terlalu besar untuk diberikan pada jenderal saja, dan sastra terlalu penting dibiarkan untuk sastrawan saja!'' Mengingatkan bahwa sejarawan terkemuka pastilah seorang literer, baginya sendiri novel memperkaya pengertian tentang dinamika dan sejarah.
Sebagai peneliti, suami dari Rasida dan ayah tiga anak, ini bekerja tanpa terikat waktu. Pulang dari kantornya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, ia meneruskan kesibukan di rumah. ''Kadang-kadang, malam Minggu, saya sendirian ke Cipanas, biar konsentrasi,'' katanya. Termasuk untuk merampungkan buku barunya, Pengantar ke Sosiologi Moralitas. Sekitar 30 karya tulis yang sudah lahir duluan, termasuk Islam di Asia Tenggara (LRKN-LIPI, 1976). Disertasi gelar doktornya, Scholl and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra, diterbitkan oleh Universitas Cornell, 1971.
Sejak SD ia rajin dan tekun belajar. ''Bukan yang terpandai,'' kata Taufik Abdullah sebagaimana dirilis PDAT. ''Tapi pokoknya termasuk dalam kelompok papan atas.'' Posisi ''papan atas'' tetap didudukinya sampai ia merampungkan studinya pada jurusan sejarah Fakultas Sastra & Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.
Cinta kepada ilmu mungkin diwarisi Taufik dari Abdullah Nur, ayahnya. Abdullah, ayah tujuh anak itu, memang seorang pedagang, tetapi gemar membaca. Taufik sendiri akrab dengan dunia bacaan, sejak di SMP. Suatu kali, ia mendapat pinjaman majalah luar negeri, yang penuh gambar. Kagum pada keindahan kota-kota besar seperti New York, Berlin, dan London, anak sulung itu berpikir, ''Siapa tahu nanti bisa terkenal, dan pergi ke luar negeri.''
Belasan tahun kemudian angan-angannya menjadi kenyataan. Dua kali ia mendapat kesempatan memperdalam ilmu di Universitas Cornell, Ithaca, AS. Pertama, 1967, untuk meraih gelar M.A., dan kemudian, 1980, saat menggondol gelar doktor (PhD). Pulang ke tanah air, Taufik memantapkan dirinya sebagai peneliti. Bekas Direktur Leknas-LIPI ini rajin menghadiri berbagai seminar dan pertemuan sejarawan di luar negeri. Ia pernah menjadi wakil presiden Southeast Asian Social Science Association, dan ketua komite eksekutif Program Studi Asia Tenggara. Kini, Taufik tenaga peneliti di LIPI.
Mantan Asisten pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra UGM (1959-1961), ini mengawali karir di LIPI sebagai Kepala Bagian Umum Majalah Ilmu Pengetahuan Indonesia (Biro MIPI), Jakarta (1962-1963) dan Asisten Peneliti Leknas LIPI (1963-1967). Kemudian menjadi Peneliti Leknas (1967-1974), Direktur Leknas LIPI (1974-1978) dan Peneliti, LeknaswLIPI (1978) sampai menjabat Ketua LIPI.
Sebuah Pilihan
Sebagai intelektual, ia menghasilkan lebih dari 150 artikel di luar tulisannya di berbagai media massa. Lebih dari 50 kata pengantar ditulisnya, khususnya untuk buku berbau sejarah.
Taufik identik dengan sejarah. Pun sebaliknya. Meski tak ada penelitian khusus tentang persepsi masyarakat, zaman telanjur mengidentikkannya dengan sejarah.
Mengenai hal itu, Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) tersebut mengaku tidak tahu. Pencapaiannya saat ini berawal dari sikap yang disebutnya rentetan atas ”keharusan logis sebuah pilihan”.
Persinggungan dengan ilmu sejarah bermula pada tahun 1954. Bersama kawan-kawannya setamat SMA di Bukittinggi, Sumatera Barat, ia berlayar ke Yogyakarta untuk kuliah. Tak jelas jurusan apa yang akan ditekuni.
Pilihan ke Yogyakarta terkait dengan sikap politik ayahnya, republiken tulen. Tak ada celah mendebat keputusan ayah yang menginginkannya belajar di pusat pemerintahan nasional kala itu.
Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) akhirnya dipilih setelah diskusi dengan teman-teman seperjalanan dan membaca buku. ”Kami membagi jurusan, seolah kami yang akan memerintah negara ini. Waktu itu jumlah lulusan SMA di Sumatera amat sedikit,” ujar dia mengenang.
Pilihannya sempat menyulitkan. Kurikulum kuliah sejarah waktu itu tidak fokus. Tak ayal, ilmu psikologi, sosiologi, tata bahasa, sejarah, hingga filsafat harus dikuasainya. Belakangan, ia mensyukuri kekacauan sistem pengajaran karena memperkaya wawasan.
Di sana ia menjadi asisten pengajar sejarah Eropa yang kemudian menghasilkan skripsi berbahasa Inggris. Satu-satunya skripsi berbahasa Inggris dalam jurusan sejarah hingga kini. Ia lulus tahun 1962.
”Bukan karena bahasa Inggris saya bagus, tapi pembimbingnya orang Inggris dan India,” tutur suami Rasida ini. Tahun 1962-1963 ia menjadi Kepala Bagian Urusan Ilmiah Biro Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) Jakarta.
Gelar master (MA) dan doktor (PhD) diraih di Universitas Cornell, New York, Amerika Serikat, 1970. Disertasinya berjudul ”School and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatera (1927-1933)” diterbitkan Cornell Press.
Buku itu menjadi bacaan khusus di beberapa kampus di AS. Hasil pendalamannya, ia menulis modernisasi di Minangkabau dan masuk buku bunga rampai ”Culture Politics in Indonesia” karya Claire Holt. Taufik merasa ”kecipratan beken” karena karyanya bersanding dengan karya sejarawan Sartono Kartodirjo, Daniel S Lev, dan Benedict Anderson. Kata pengantar ditulis Clifford Gertz.
Penelitiannya di negara lain makin intens pertengahan tahun 1970-an setelah jabatan fungsional sebagai peneliti dicabut dan karier ahli penelitinya dibekukan pemerintah. Itu terjadi pascaprotes atas pemenjaraan tokoh, pendudukan kampus, dan pemberangusan kantor media massa.
Di masa sulit itu ia tercatat mengajar dan meneliti di Departemen Ilmu Politik Universitas Chicago, Universitas Wisconsin, dan Netherlands Institute for Advanced Studies in the Humanities and Social Science (NIAS) Wassenaar. Lalu menduduki posisi penting di institusi lintas bangsa, seperti Ketua Komite Eksekutif Program Kajian Asia Tenggara (ISEAS) Singapura, Wakil Presiden Asosiasi Ilmu Sosial Asia Tenggara Kuala Lumpur, Wakil Presiden Asosiasi Sosiologi Internasional Dewan Riset Sosiologi Agama. Dan, masih banyak lagi.
Pertengahan tahun 1980-an sanksinya dicabut dan direhabilitasi setelah sempat menyakiti hatinya. ”Sudahlah,” kenang dia.
Ayah tiga anak yang pernah menjadi Ketua LIPI periode 2000-2002 ini masih terlibat dalam berbagai proyek besar sampai sekarang, seperti naskah buku Sejarah Indonesia delapan jilid yang ditargetkan selesai pertengahan tahun. Dia juga mengerjakan tulisan perdebatan peristiwa tahun 1965-1967.
Pertengahan tahun ini ia akan meluncurkan buku yang didanai ISEAS berjudul Indonesia: Towards Democracy di Singapura.
Di usianya sekarang ia mengaku gelisah karena beberapa proyek tidak sempurna dikerjakan dan ia bukan pengajar resmi. Harapannya, muncul sejarawan muda yang berpikiran canggih. Berwawasan luas sebagai dampak ”keharusan logis sebuah pilihan”. (Kompas, 3 Januari 2006)
Spiral Kebodohan Masih Terjadi
Ketua LIPI Taufik Abdullah saat memberikan sambutan pada presentasi Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-9 di Cibinong, Jawa Barat, Rabu (29/8/2001) sebagaimana disiarkan KB Antara, mengatakan spiral kebodohan masih terus terjadi di Indonesia sehingga terus menggerogoti kehidupan dan budaya yang semula diagungkan sebagai adiluhung.
Menurutnya, spiral kebodohan terus membesar ketika tindakan kebodohan dibalas dengan kebodohan juga. Dia mengatakan, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa seperti semakin menjauh akibat banyak tindakan bodoh yang dilakukan dalam semua lapisan masyarakat, sehingga terus melingkar bagai spiral yang makin membesar setiap hari.
"Bagaimana bisa dibilang cerdas kalau seorang pencuri yang tertangkap malah langsung dibakar?" katanya. Taufik mengatakan, kebodohan dalam kehidupan bangsa ini juga terlihat saat terus-menerus dikumandangkannya slogan `persatuan dan kesatuan'.
"Kalau persatuan itu memang bagus, karena bangsa ini memang terdiri atas berbagai keragaman. Tapi bagaimana mungkin perbedaan itu mau menjadi kesatuan? Kalau kesatuan dalam cita-cita bolehlah," katanya.
Pembicaraan soal negeri ini sebagai warisan nenek moyang, kata Taufik, juga adalah suatu tindakan yang membodohkan, karena negara ini adalah hasil perjuangan, bukan warisan.
Menurut Taufik, saat ini negeri ini juga terus berproses untuk menjadi lebih baik, jadi perlu banyak pemikiran dan ide dari berbagai sumber. "Proses making negara ini tidak bisa diandalkan pada elite-elite politik yang terus-menerus saling cakar," katanya.
Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-9 dibagi dalam lima bidang, yaitu pengetahuan sosial dan budaya, ekonomi dan manajemen, pengetahuan alam dan lingkungan, teknik dan rekayasa, serta kedokteran dan kesehatan.
Menurutnya seorang peneliti dituntut untuk berpegang teguh pada etika ilmiah. Karena itu, diperlukan kejujuran, sehingga tercapai integritas intelektual. Sikap wajar diperlukan, di samping rasional dan jernih dalam berpikir -- sikap yang bukannya tidak mengundang risiko.
Prof Dr Taufik Abdullah menganggap sejarawan Indonesia masih terbelenggu pada asumsi-asumsi teoretis maupun primordial. Posisi sejarawan hendaknya netral, dan menjaga jarak dari sasaran penelitian, sehingga dapat memberi makna obyektif terhadap realitas.
Dipandang dari segi peranan kaum intelektual, masa Orde Baru, di mata Taufik, terbagi dalam tiga periode. Masa 1966-1974 merupakan periode kreatif-produktif bagi kaum intelektual. Dalam periode itu berbagai masalah strategi pembangunan dibicarakan. Masa 1974-1978 merupakan periode transisi. Di sini, dilihatnya, ada kecenderungan kaum teknokrasi makin dihargai. Yang dihargai, menurut dia, bukan gagasan mereka, tetapi pelaksanaannya. Periode 1978 hingga sekarang, peranan intelektual semakin diambil oleh penguasa. ''Akibatnya, kesegaran berpikir berkurang, dan eksesnya merangsang untuk bertindak radikal,'' kata Taufik.
Taufik menolak pendapat ahli sejarah modern Indonesia dari Prancis, Dr Jacques Leclerc, bahwa sejarawan Indonesia sering melakukan pembunuhan dua kali terhadap tokoh sejarah bangsanya -- dengan mengucilkannya, karena tidak disenangi oleh kelompok tertentu, dan kemudian bersikap diam terhadap keadaan itu. Kata Taufik, sejarawan memiliki perhatian berbeda terhadap suatu bidang kajian -- yang menyukai dinamika sosial misalnya, tidak bisa dipaksa memperhatikan tokoh-tokoh sejarah.
Menganggap sastra sangat dekat dengan sejarah, ia berpendapat bahwa, ''Perang terlalu besar untuk diberikan pada jenderal saja, dan sastra terlalu penting dibiarkan untuk sastrawan saja!'' Mengingatkan bahwa sejarawan terkemuka pastilah seorang literer, baginya sendiri novel memperkaya pengertian tentang dinamika dan sejarah.
Sebagai peneliti, suami dari Rasida dan ayah tiga anak, ini bekerja tanpa terikat waktu. Pulang dari kantornya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, ia meneruskan kesibukan di rumah. ''Kadang-kadang, malam Minggu, saya sendirian ke Cipanas, biar konsentrasi,'' katanya. Termasuk untuk merampungkan buku barunya, Pengantar ke Sosiologi Moralitas. Sekitar 30 karya tulis yang sudah lahir duluan, termasuk Islam di Asia Tenggara (LRKN-LIPI, 1976). Disertasi gelar doktornya, Scholl and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra, diterbitkan oleh Universitas Cornell, 1971.
Sejak SD ia rajin dan tekun belajar. ''Bukan yang terpandai,'' kata Taufik Abdullah sebagaimana dirilis PDAT. ''Tapi pokoknya termasuk dalam kelompok papan atas.'' Posisi ''papan atas'' tetap didudukinya sampai ia merampungkan studinya pada jurusan sejarah Fakultas Sastra & Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.
Cinta kepada ilmu mungkin diwarisi Taufik dari Abdullah Nur, ayahnya. Abdullah, ayah tujuh anak itu, memang seorang pedagang, tetapi gemar membaca. Taufik sendiri akrab dengan dunia bacaan, sejak di SMP. Suatu kali, ia mendapat pinjaman majalah luar negeri, yang penuh gambar. Kagum pada keindahan kota-kota besar seperti New York, Berlin, dan London, anak sulung itu berpikir, ''Siapa tahu nanti bisa terkenal, dan pergi ke luar negeri.''
Belasan tahun kemudian angan-angannya menjadi kenyataan. Dua kali ia mendapat kesempatan memperdalam ilmu di Universitas Cornell, Ithaca, AS. Pertama, 1967, untuk meraih gelar M.A., dan kemudian, 1980, saat menggondol gelar doktor (PhD). Pulang ke tanah air, Taufik memantapkan dirinya sebagai peneliti. Bekas Direktur Leknas-LIPI ini rajin menghadiri berbagai seminar dan pertemuan sejarawan di luar negeri. Ia pernah menjadi wakil presiden Southeast Asian Social Science Association, dan ketua komite eksekutif Program Studi Asia Tenggara. Kini, Taufik tenaga peneliti di LIPI.
Mantan Asisten pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra UGM (1959-1961), ini mengawali karir di LIPI sebagai Kepala Bagian Umum Majalah Ilmu Pengetahuan Indonesia (Biro MIPI), Jakarta (1962-1963) dan Asisten Peneliti Leknas LIPI (1963-1967). Kemudian menjadi Peneliti Leknas (1967-1974), Direktur Leknas LIPI (1974-1978) dan Peneliti, LeknaswLIPI (1978) sampai menjabat Ketua LIPI.
Sebuah Pilihan
Sebagai intelektual, ia menghasilkan lebih dari 150 artikel di luar tulisannya di berbagai media massa. Lebih dari 50 kata pengantar ditulisnya, khususnya untuk buku berbau sejarah.
Taufik identik dengan sejarah. Pun sebaliknya. Meski tak ada penelitian khusus tentang persepsi masyarakat, zaman telanjur mengidentikkannya dengan sejarah.
Mengenai hal itu, Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) tersebut mengaku tidak tahu. Pencapaiannya saat ini berawal dari sikap yang disebutnya rentetan atas ”keharusan logis sebuah pilihan”.
Persinggungan dengan ilmu sejarah bermula pada tahun 1954. Bersama kawan-kawannya setamat SMA di Bukittinggi, Sumatera Barat, ia berlayar ke Yogyakarta untuk kuliah. Tak jelas jurusan apa yang akan ditekuni.
Pilihan ke Yogyakarta terkait dengan sikap politik ayahnya, republiken tulen. Tak ada celah mendebat keputusan ayah yang menginginkannya belajar di pusat pemerintahan nasional kala itu.
Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) akhirnya dipilih setelah diskusi dengan teman-teman seperjalanan dan membaca buku. ”Kami membagi jurusan, seolah kami yang akan memerintah negara ini. Waktu itu jumlah lulusan SMA di Sumatera amat sedikit,” ujar dia mengenang.
Pilihannya sempat menyulitkan. Kurikulum kuliah sejarah waktu itu tidak fokus. Tak ayal, ilmu psikologi, sosiologi, tata bahasa, sejarah, hingga filsafat harus dikuasainya. Belakangan, ia mensyukuri kekacauan sistem pengajaran karena memperkaya wawasan.
Di sana ia menjadi asisten pengajar sejarah Eropa yang kemudian menghasilkan skripsi berbahasa Inggris. Satu-satunya skripsi berbahasa Inggris dalam jurusan sejarah hingga kini. Ia lulus tahun 1962.
”Bukan karena bahasa Inggris saya bagus, tapi pembimbingnya orang Inggris dan India,” tutur suami Rasida ini. Tahun 1962-1963 ia menjadi Kepala Bagian Urusan Ilmiah Biro Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) Jakarta.
Gelar master (MA) dan doktor (PhD) diraih di Universitas Cornell, New York, Amerika Serikat, 1970. Disertasinya berjudul ”School and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatera (1927-1933)” diterbitkan Cornell Press.
Buku itu menjadi bacaan khusus di beberapa kampus di AS. Hasil pendalamannya, ia menulis modernisasi di Minangkabau dan masuk buku bunga rampai ”Culture Politics in Indonesia” karya Claire Holt. Taufik merasa ”kecipratan beken” karena karyanya bersanding dengan karya sejarawan Sartono Kartodirjo, Daniel S Lev, dan Benedict Anderson. Kata pengantar ditulis Clifford Gertz.
Penelitiannya di negara lain makin intens pertengahan tahun 1970-an setelah jabatan fungsional sebagai peneliti dicabut dan karier ahli penelitinya dibekukan pemerintah. Itu terjadi pascaprotes atas pemenjaraan tokoh, pendudukan kampus, dan pemberangusan kantor media massa.
Di masa sulit itu ia tercatat mengajar dan meneliti di Departemen Ilmu Politik Universitas Chicago, Universitas Wisconsin, dan Netherlands Institute for Advanced Studies in the Humanities and Social Science (NIAS) Wassenaar. Lalu menduduki posisi penting di institusi lintas bangsa, seperti Ketua Komite Eksekutif Program Kajian Asia Tenggara (ISEAS) Singapura, Wakil Presiden Asosiasi Ilmu Sosial Asia Tenggara Kuala Lumpur, Wakil Presiden Asosiasi Sosiologi Internasional Dewan Riset Sosiologi Agama. Dan, masih banyak lagi.
Pertengahan tahun 1980-an sanksinya dicabut dan direhabilitasi setelah sempat menyakiti hatinya. ”Sudahlah,” kenang dia.
Ayah tiga anak yang pernah menjadi Ketua LIPI periode 2000-2002 ini masih terlibat dalam berbagai proyek besar sampai sekarang, seperti naskah buku Sejarah Indonesia delapan jilid yang ditargetkan selesai pertengahan tahun. Dia juga mengerjakan tulisan perdebatan peristiwa tahun 1965-1967.
Pertengahan tahun ini ia akan meluncurkan buku yang didanai ISEAS berjudul Indonesia: Towards Democracy di Singapura.
Di usianya sekarang ia mengaku gelisah karena beberapa proyek tidak sempurna dikerjakan dan ia bukan pengajar resmi. Harapannya, muncul sejarawan muda yang berpikiran canggih. Berwawasan luas sebagai dampak ”keharusan logis sebuah pilihan”. (Kompas, 3 Januari 2006)
Spiral Kebodohan Masih Terjadi
Ketua LIPI Taufik Abdullah saat memberikan sambutan pada presentasi Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-9 di Cibinong, Jawa Barat, Rabu (29/8/2001) sebagaimana disiarkan KB Antara, mengatakan spiral kebodohan masih terus terjadi di Indonesia sehingga terus menggerogoti kehidupan dan budaya yang semula diagungkan sebagai adiluhung.
Menurutnya, spiral kebodohan terus membesar ketika tindakan kebodohan dibalas dengan kebodohan juga. Dia mengatakan, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa seperti semakin menjauh akibat banyak tindakan bodoh yang dilakukan dalam semua lapisan masyarakat, sehingga terus melingkar bagai spiral yang makin membesar setiap hari.
"Bagaimana bisa dibilang cerdas kalau seorang pencuri yang tertangkap malah langsung dibakar?" katanya. Taufik mengatakan, kebodohan dalam kehidupan bangsa ini juga terlihat saat terus-menerus dikumandangkannya slogan `persatuan dan kesatuan'.
"Kalau persatuan itu memang bagus, karena bangsa ini memang terdiri atas berbagai keragaman. Tapi bagaimana mungkin perbedaan itu mau menjadi kesatuan? Kalau kesatuan dalam cita-cita bolehlah," katanya.
Pembicaraan soal negeri ini sebagai warisan nenek moyang, kata Taufik, juga adalah suatu tindakan yang membodohkan, karena negara ini adalah hasil perjuangan, bukan warisan.
Menurut Taufik, saat ini negeri ini juga terus berproses untuk menjadi lebih baik, jadi perlu banyak pemikiran dan ide dari berbagai sumber. "Proses making negara ini tidak bisa diandalkan pada elite-elite politik yang terus-menerus saling cakar," katanya.
Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-9 dibagi dalam lima bidang, yaitu pengetahuan sosial dan budaya, ekonomi dan manajemen, pengetahuan alam dan lingkungan, teknik dan rekayasa, serta kedokteran dan kesehatan.
BIOGRAFI PUTU WIJAYA
Ia sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga menulis skenario film dan sinetron. Sebagai dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri. Puluhan penghargaan ia raih atas karya sastra dan skenario sinetron.
Harian Kompas dan Sinar Harapan kerap memuat cerita pendeknya. Novelnya sering muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Memenangkan lomba penulisan fiksi baginya sudah biasa. Sebagai penulis skenario, ia dua kali meraih piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI), untuk Perawan Desa (1980), dan Kembang Kertas (1985). Sebagai penulis fiksi sudah banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan: Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, Nyali.
Namanya I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang biasa disebut Putu Wijaya. Tidak sulit untuk mengenalinya karena topi pet putih selalu bertengger di kepalanya. Kisahnya, pada ngaben ayahnya di Bali, kepalanya digundul. Kembali ke Jakarta, selang beberapa lama, rambutnya tumbuh tapi tidak sempurna, malah mendekati botak. Karena itu, ia selalu memakai topi. "Dengan ini saya terlihat lebih gagah," tutur Putu sambil bercanda.
Putu yang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944, bukan dari keluarga seniman. Ia bungsu dari lima bersaudara seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Ia tinggal di kompleks perumahan besar, yang dihuni sekitar 200 orang, yang semua anggota keluarganya dekat dan jauh, dan punya kebiasaan membaca. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawa yang keras dalam mendidik anak. Semula, ayahnya mengharapkan Putu jadi dokter. Namun, Putu lemah dalam ilmu pasti. Ia akrab dengan sejarah, bahasa, dan ilmu bumi.
Semasa di SD, ''Saya doyan sekali membaca,'' tuturnya, ''Mulai dari karangan Karl May, buku sastra Komedi Manusia-nya William Saroyan, sampai cerita picisan yang merangsang berahi. Sejak kecil, saya juga senang sekali seni pertunjukan. Mungkin sudah merupakan bakat, senang pada seni laku," ujarnya mengenang.
Meskipun demikian, ia tak pernah diikutkan main drama semasih kanak-kanak, juga ketika SMP. Baru setelah menang lomba deklamasi, ia diikutkan main drama perpisahan SMA, yang diarahkan oleh Kirdjomuljo, penyair dan sutradara ternama di Yogyakarta. Ia pertama kali berperan dalam Badak, karya Anton Chekov. "Sejak itu saya senang sekali pada drama," kenang Putu.
Setelah selesai sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, kota seni dan budaya. Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), drama di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi), dan meningkatkan kegiatannya bersastra. Dari Fakultas Hukum, UGM, ia meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam penulisan skripsi, dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman.
Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia pernah tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa pementasan, antara lain dalam pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot (1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu. Selain itu, ia juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi (1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah dramanya itu menjadi pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.
Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia bergabung dengan Teater Kecil asuhan sutradara ternama Arifin C. Noer dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres (1969). Setelah majalah itu mati, ia menjadi redaktur majalah Tempo (1971-1979). Bersama rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974). "Saya perlu bekerja jadi wartawan untuk menghidupi keluarga saya. Juga karena saya tidak mau kepengarangan saya terganggu oleh kebutuhan mencari makan," tutur Putu.
Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama (Kabuki) di Jepang (1973) selama satu tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan lingkungannya, ia belajar hanya sepuluh bulan. Setelah itu, ia kembali aktif di majalah Tempo. Pada tahun 1974, ia mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat. Sebelum pulang ke Indonesia, mampir di Prancis, ikut main di Festival Nancy.
Putu mengaku belajar banyak dari Tempo dan Goenawan Mohamad. "Yang melekat di kepala saya adalah bagaimana menulis sesuatu yang sulit menjadi mudah. Menulis dengan gaya orang bodoh, sehingga yang mengerti bukan hanya menteri, tapi juga tukang becak. Itulah gaya Tempo," ungkap Putu. Ia juga membiasakan diri dengan tenggat - suatu siksaan bagi kebanyakan pengarang. Dari Tempo, Putu pindah ke majalah Zaman (1979-1985), dan ia tetap produktif menulis cerita pendek, novel, lakon, dan mementaskannya lewat Teater Mandiri, yang dipimpinnya. Di samping itu, ia mengajar pula di Akademi Teater, Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Ia mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain dalam Festival Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa Teater Mandiri berkeliling Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001).
Karena kegiatan sastranya lebih menonjol pada bidang teater, Putu Wijaya pun lebih dikenal sebagai dramawan. Sebenarnya, selain berteater ia juga menulis cerpen dan novel dalam jumlah yang cukup banyak, di samping menulis esai tentang sastra. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.
Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama. Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung mempergunakan gaya objektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream of consciousness dalam pengungkapannya - penuh potongan-potongan kejadian yang padat, intens dalam pelukisan, ekspresif bahasanya. Ia lebih mementingkan perenungan ketimbang riwayat.
Adapun konsep teaternya adalah teror mental. Baginya, teror adalah pembelotan, pengkhianatan, kriminalitas, tindakan subversif terhadap logika - tapi nyata. Teror tidak harus keras, kuat, dahsyat, menyeramkan; bahkan bisa berbisik, mungkin juga sama sekali tidak berwarna.
Ia menegaskan, ''teater bukan sekadar bagian dari kesusastraan, melainkan suatu tontonan.'' Naskah sandiwaranya tidak dilengkapi petunjuk bagaimana harus dipentaskan. Agaknya, memberi kebebasan bagi sutradara lain menafsirkan. Bila menyinggung problem sosial, karyanya tanpa protes, tidak mengejek, juga tanpa memihak. Tiap adegan berjalan tangkas, kadang meletup, diseling humor.Mungkin ini cerminan pribadinya. Individualitasnya kuat, dan berdisiplin tinggi.
Saat ditanya pemikiran pengarang yang sehari bisa mengarang cerita 30 halaman, menulis empat artikel dalam satu hari ini tentang tulis menulis, Putu menjawab, ''Menulis adalah menggorok leher tanpa menyakiti,'' katanya, ''bahkan kalau bisa tanpa diketahui.'' Kesenian diibaratkannya seperti baskom, penampung darah siapa saja atau apa pun yang digorok: situasi, problematik, lingkungan, misteri, dan berbagai makna yang berserak. ''Kesenian,'' katanya, ''merupakan salah satu alat untuk mencurahkan makna, agar bisa ditumpahkan kepada manusia lain secara tuntas.''
"Saya sangat percaya pada insting," kata Putu tentang caranya menulis. "Ketika menulis, saya tidak mempunyai bahan apa-apa. Semua datang begitu saja ketika di depan komputer," katanya lagi. Ia percaya bahwa ada satu galaksi dalam otak yang tidak kita mengerti cara kerjanya. Tapi, menurut Putu, itu bukan peristiwa mistik, apalagi tindak kesurupan.
Selain menekuni dunia teater dan menulis, Putu juga menjadi sutradara film dan sinetron serta menulis skenario sinetron. Film yang disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan Plong. Sinetron yang disutradarainya ialah Dukun Palsu, PAS, None, Warteg, dan Jari-Jari. Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa, Kembang Kertas, serta Ramadhan dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra.
Pada 1977, ia menikah dengan Renny Retno Yooscarini alias Renny Djajusman yang dikaruniai seorang anak, Yuka Mandiri. ''Sebelum menikah saya menulis Sah, ee, saya mengalami persis seperti yang saya tulis,'' ujarnya. ''Pernikahan saya bubar pada 1984.'' Tetapi ia tidak lama menduda. Pertengahan 1985, ia menikahi gadis Sunda, Dewi Pramunawati, karyawati majalah Medika. Bersama Dewi, Putu Wijaya selanjutnya hidup di Amerika Serikat selama setahun.
Atas undangan Fulbright, 1985-1988, ia menjadi dosen tamu teater dan sastra Indonesia modern di Universitas Wisconsin dan Universitas Illinois, AS. Atas undangan Japan Foundation, Putu menulis novel di Kyoto, Jepang, 1992. Setelah lama berikhtiar - walau dokter di Amerika mendiagnosis Putu tak bakal punya anak lagi - pada 1996, pasangan ini dikaruniai seorang anak, Taksu.
Rumah tangga baginya sebuah "perusahaan". Apa pun diputuskan berdasarkan pertimbangan istri dan anak, termasuk soal pekerjaan. Soal pendidikan anak, "Saya tidak punya cara," ujar Putu. Anak dianggap sebagai teman, kadang diajak berunding, kadang dimarahi. Dan, kata Putu, "Saya tidak mengharapkan ia menjadi apa, saya hanya memberikan kesempatan saja."
Kini, penggemar musik dangdut, rock, klasik karya Bach atau Vivaldi dan jazz ini total hanya menulis, menyutradarai film dan sinetron, serta berteater. Dalam bekerja ia selalu diiringi musik. Olahraganya senam tenaga prana Satria Nusantara. "Sekarang saya sudah sampai pada tahap bahwa kesenian merupakan upaya dan tempat berekspresi sekaligus pekerjaan," ujar Putu.
Harian Kompas dan Sinar Harapan kerap memuat cerita pendeknya. Novelnya sering muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Memenangkan lomba penulisan fiksi baginya sudah biasa. Sebagai penulis skenario, ia dua kali meraih piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI), untuk Perawan Desa (1980), dan Kembang Kertas (1985). Sebagai penulis fiksi sudah banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan: Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, Nyali.
Namanya I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang biasa disebut Putu Wijaya. Tidak sulit untuk mengenalinya karena topi pet putih selalu bertengger di kepalanya. Kisahnya, pada ngaben ayahnya di Bali, kepalanya digundul. Kembali ke Jakarta, selang beberapa lama, rambutnya tumbuh tapi tidak sempurna, malah mendekati botak. Karena itu, ia selalu memakai topi. "Dengan ini saya terlihat lebih gagah," tutur Putu sambil bercanda.
Putu yang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944, bukan dari keluarga seniman. Ia bungsu dari lima bersaudara seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Ia tinggal di kompleks perumahan besar, yang dihuni sekitar 200 orang, yang semua anggota keluarganya dekat dan jauh, dan punya kebiasaan membaca. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawa yang keras dalam mendidik anak. Semula, ayahnya mengharapkan Putu jadi dokter. Namun, Putu lemah dalam ilmu pasti. Ia akrab dengan sejarah, bahasa, dan ilmu bumi.
Semasa di SD, ''Saya doyan sekali membaca,'' tuturnya, ''Mulai dari karangan Karl May, buku sastra Komedi Manusia-nya William Saroyan, sampai cerita picisan yang merangsang berahi. Sejak kecil, saya juga senang sekali seni pertunjukan. Mungkin sudah merupakan bakat, senang pada seni laku," ujarnya mengenang.
Meskipun demikian, ia tak pernah diikutkan main drama semasih kanak-kanak, juga ketika SMP. Baru setelah menang lomba deklamasi, ia diikutkan main drama perpisahan SMA, yang diarahkan oleh Kirdjomuljo, penyair dan sutradara ternama di Yogyakarta. Ia pertama kali berperan dalam Badak, karya Anton Chekov. "Sejak itu saya senang sekali pada drama," kenang Putu.
Setelah selesai sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, kota seni dan budaya. Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), drama di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi), dan meningkatkan kegiatannya bersastra. Dari Fakultas Hukum, UGM, ia meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam penulisan skripsi, dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman.
Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia pernah tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa pementasan, antara lain dalam pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot (1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu. Selain itu, ia juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi (1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah dramanya itu menjadi pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.
Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia bergabung dengan Teater Kecil asuhan sutradara ternama Arifin C. Noer dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres (1969). Setelah majalah itu mati, ia menjadi redaktur majalah Tempo (1971-1979). Bersama rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974). "Saya perlu bekerja jadi wartawan untuk menghidupi keluarga saya. Juga karena saya tidak mau kepengarangan saya terganggu oleh kebutuhan mencari makan," tutur Putu.
Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama (Kabuki) di Jepang (1973) selama satu tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan lingkungannya, ia belajar hanya sepuluh bulan. Setelah itu, ia kembali aktif di majalah Tempo. Pada tahun 1974, ia mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat. Sebelum pulang ke Indonesia, mampir di Prancis, ikut main di Festival Nancy.
Putu mengaku belajar banyak dari Tempo dan Goenawan Mohamad. "Yang melekat di kepala saya adalah bagaimana menulis sesuatu yang sulit menjadi mudah. Menulis dengan gaya orang bodoh, sehingga yang mengerti bukan hanya menteri, tapi juga tukang becak. Itulah gaya Tempo," ungkap Putu. Ia juga membiasakan diri dengan tenggat - suatu siksaan bagi kebanyakan pengarang. Dari Tempo, Putu pindah ke majalah Zaman (1979-1985), dan ia tetap produktif menulis cerita pendek, novel, lakon, dan mementaskannya lewat Teater Mandiri, yang dipimpinnya. Di samping itu, ia mengajar pula di Akademi Teater, Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Ia mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain dalam Festival Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa Teater Mandiri berkeliling Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001).
Karena kegiatan sastranya lebih menonjol pada bidang teater, Putu Wijaya pun lebih dikenal sebagai dramawan. Sebenarnya, selain berteater ia juga menulis cerpen dan novel dalam jumlah yang cukup banyak, di samping menulis esai tentang sastra. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.
Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama. Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung mempergunakan gaya objektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream of consciousness dalam pengungkapannya - penuh potongan-potongan kejadian yang padat, intens dalam pelukisan, ekspresif bahasanya. Ia lebih mementingkan perenungan ketimbang riwayat.
Adapun konsep teaternya adalah teror mental. Baginya, teror adalah pembelotan, pengkhianatan, kriminalitas, tindakan subversif terhadap logika - tapi nyata. Teror tidak harus keras, kuat, dahsyat, menyeramkan; bahkan bisa berbisik, mungkin juga sama sekali tidak berwarna.
Ia menegaskan, ''teater bukan sekadar bagian dari kesusastraan, melainkan suatu tontonan.'' Naskah sandiwaranya tidak dilengkapi petunjuk bagaimana harus dipentaskan. Agaknya, memberi kebebasan bagi sutradara lain menafsirkan. Bila menyinggung problem sosial, karyanya tanpa protes, tidak mengejek, juga tanpa memihak. Tiap adegan berjalan tangkas, kadang meletup, diseling humor.Mungkin ini cerminan pribadinya. Individualitasnya kuat, dan berdisiplin tinggi.
Saat ditanya pemikiran pengarang yang sehari bisa mengarang cerita 30 halaman, menulis empat artikel dalam satu hari ini tentang tulis menulis, Putu menjawab, ''Menulis adalah menggorok leher tanpa menyakiti,'' katanya, ''bahkan kalau bisa tanpa diketahui.'' Kesenian diibaratkannya seperti baskom, penampung darah siapa saja atau apa pun yang digorok: situasi, problematik, lingkungan, misteri, dan berbagai makna yang berserak. ''Kesenian,'' katanya, ''merupakan salah satu alat untuk mencurahkan makna, agar bisa ditumpahkan kepada manusia lain secara tuntas.''
"Saya sangat percaya pada insting," kata Putu tentang caranya menulis. "Ketika menulis, saya tidak mempunyai bahan apa-apa. Semua datang begitu saja ketika di depan komputer," katanya lagi. Ia percaya bahwa ada satu galaksi dalam otak yang tidak kita mengerti cara kerjanya. Tapi, menurut Putu, itu bukan peristiwa mistik, apalagi tindak kesurupan.
Selain menekuni dunia teater dan menulis, Putu juga menjadi sutradara film dan sinetron serta menulis skenario sinetron. Film yang disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan Plong. Sinetron yang disutradarainya ialah Dukun Palsu, PAS, None, Warteg, dan Jari-Jari. Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa, Kembang Kertas, serta Ramadhan dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra.
Pada 1977, ia menikah dengan Renny Retno Yooscarini alias Renny Djajusman yang dikaruniai seorang anak, Yuka Mandiri. ''Sebelum menikah saya menulis Sah, ee, saya mengalami persis seperti yang saya tulis,'' ujarnya. ''Pernikahan saya bubar pada 1984.'' Tetapi ia tidak lama menduda. Pertengahan 1985, ia menikahi gadis Sunda, Dewi Pramunawati, karyawati majalah Medika. Bersama Dewi, Putu Wijaya selanjutnya hidup di Amerika Serikat selama setahun.
Atas undangan Fulbright, 1985-1988, ia menjadi dosen tamu teater dan sastra Indonesia modern di Universitas Wisconsin dan Universitas Illinois, AS. Atas undangan Japan Foundation, Putu menulis novel di Kyoto, Jepang, 1992. Setelah lama berikhtiar - walau dokter di Amerika mendiagnosis Putu tak bakal punya anak lagi - pada 1996, pasangan ini dikaruniai seorang anak, Taksu.
Rumah tangga baginya sebuah "perusahaan". Apa pun diputuskan berdasarkan pertimbangan istri dan anak, termasuk soal pekerjaan. Soal pendidikan anak, "Saya tidak punya cara," ujar Putu. Anak dianggap sebagai teman, kadang diajak berunding, kadang dimarahi. Dan, kata Putu, "Saya tidak mengharapkan ia menjadi apa, saya hanya memberikan kesempatan saja."
Kini, penggemar musik dangdut, rock, klasik karya Bach atau Vivaldi dan jazz ini total hanya menulis, menyutradarai film dan sinetron, serta berteater. Dalam bekerja ia selalu diiringi musik. Olahraganya senam tenaga prana Satria Nusantara. "Sekarang saya sudah sampai pada tahap bahwa kesenian merupakan upaya dan tempat berekspresi sekaligus pekerjaan," ujar Putu.
BIOGRAFI TAUFIQ ISMAIL
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956–1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia.
Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.
Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962).
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.
Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).
Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.
Hasil karya:
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
10. Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (199 8)
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)
14. Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)
Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.
Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.
Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.
Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).
Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.
Anugerah yang diterima:
1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
3. South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999)
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)
Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.
Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962).
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.
Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).
Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.
Hasil karya:
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
10. Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (199 8)
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)
14. Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)
Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.
Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.
Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.
Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).
Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.
Anugerah yang diterima:
1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
3. South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999)
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)
Langganan:
Postingan (Atom)