Minggu, 21 Maret 2010

Tentang Taman Ueno :)




Taman ini cukup terkenal di Jepang dan menjadi tema di salah satu cerpenku yg berjudul "SHITA NI SAKURA".... :)
Berikut penjelasan mengenai Taman Ueno... :D

Taman Ueno (上野公園 ,Ueno kōen?) adalah taman umum yang berada di kawasan Ueno, distrik Taito-ku, Tokyo, Jepang. Nama resminya adalah Taman Ueno Pemberian Kaisar (上野恩賜公園 ,Ueno onshi kōen?). Taman seluas sekitar 530 ribu meter persegi ini dikelola Dinas Pekerjaan Umum Tokyo.

Di sebelah selatan taman terdapat kolam luas bernama Kolam Shinobazu. Di musim panas, sebagian permukaan kolam dipenuhi dengan indahnya daun-daun hijau dan merah muda bunga tanaman seroja. Di musim dingin, burung-burung migran menggunakan Kolam Shinobazu sebagai tempat tinggal sementara hingga datangnya musim semi. Di musim semi, Taman Ueno populer sebagai tempat melihat bunga sakura. Ketika bunga sakura sedang mekar-mekarnya, taman ini ramai dengan orang yang datang berkelompok-kelompok untuk melakukan hanami.

Sejarah
Taman Ueno bermula dari sebuah kuil bernama Kan'ei-ji yang dibangun pada zaman Edo oleh shogun ke-3 Tokugawa Iemitsu. Kuil tersebut dibangun untuk menyegel kekuatan jahat dari timur laut yang dipercaya sebagai mata angin sial. Semasa Perang Boshin, bangunan Kan'ei-ji habis terbakar setelah dipakai sebagai benteng pertahanan kelompok prajurit pendukung keshogunan yang disebut Shōgitai.

Pada tahun 1870, dokter Belanda bernama Anthonius Bauduin datang untuk memeriksa lokasi bekas Kan'ei-ji. Menurut rencana, di lokasi ini akan didirikan sekolah kedokteran dan rumah sakit. Ia juga menyarankan kepada pemerintah untuk mempertahankan kawasan Ueno sebagai sebuah taman.

Pada tahun 1837, lokasi untuk Taman Ueno ditetapkan berdasarkan perintah Dajōkan (menteri dalam negeri). Taman Ueno selesai dibangun dan dibuka untuk umum pada tahun 1876. Pembangunan Kebun Binatang Ueno dan Museum Nasional Tokyo dimulai tahun 1882. Pada tahun 1890, tanah kawasan taman menjadi hak milik dan berada di bawah yurisdiksi Bagian Rumah Tangga Kekaisaran.

Pada tahun 1924, Bagian Rumah Tangga Kekaisaran menghibahkan taman kepada pemerintah kota Tokyo, sehingga taman secara resmi diberi nama Taman Ueno Pemberian Kaisar (Ueno Onshi Kōen). Di Jalur Utama Keisei dibangun stasiun kereta api baru antara Stasiun Nippori dan Stasiun Keisei Ueno. Stasiun selesai tahun 1933 dan diberi nama Stasiun Hakubutsukan-Doubutsuen. Pada tahun 1997, Stasiun Hakubutsukan-Doubutsuen berhenti beroperasi sebelum dihapus pada tahun 2004.

Pada tahun 1973, patung Anthonius Bauduin didirikan untuk memperingati 100 tahun berdirinya Taman Ueno. Namun wajah patung keliru dibuat dari potret wajah adik Anthonius Bauduin. Patung dengan wajah yang benar selesai dibangun kembali pada tahun 2006.

Fasilitas dan obyek wisata
Museum dan kebun binatang

* Museum Nasional Tokyo
* Museum Ilmu Pengetahuan Nasional Jepang
* Museum Nasional Seni Barat
* Museum Seni Metropolitan Tokyo
* Museum Seni Ueno no Mori
* Museum Seni Universitas Nasional Seni dan Musik Tokyo
* Kebun Binatang Ueno
Universitas dan perpustakaan

* Universitas Seni Tokyo
* Perpustakaan Bacaan Anak Internasional
Gedung pertunjukan dan kantor

* Tokyo Festival Hall
* Japan Art Academy
Peninggalan bersejarah dan kuil

* Ueno Tōshō-gū (kuil Shinto)
* Kan'ei-ji (pagoda)
* Kuil Benzaiten
* Kolam Shinobazu
* Patung perunggu Saigō Takamori karya Takamura Kōun

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Ueno

Musim Semi Di Jepang



Menjelang akhir Maret dan ke April, pohon-pohon sakura mengusir musim dingin mereka dormansi dan meledak dalam warna. Bunga sakura yang menjadi ikon dari Jepang menarik orang keluar dari rumah mereka, bersenjatakan kamera dan Pensil, dll mereka bertujuan untuk menangkap sekilas pertama tanda-tanda cuaca yang lebih hangat di depan. Perhatian beralih ke hanami, perayaan musim semi yang telah mereka piknik di kebun, menghambat sarat dengan sushi, daging sushi dan sake.

Bahkan, awal April cherry blossom waktu yang telah dan hilang di sebagian besar tanah ini yang membentang dari garis lintang 20 derajat. Di Okinawa, hanami dapat dirayakan di bulan Januari, ketika Hokkaido masih dalam musim dingin. Bunga-bunga di Kyushu sering keluar pada pertengahan Maret, sedangkan di Kyoto dan Tokyo dalam pesta pora harus menunggu satu minggu lagi. Up di Sapporo, itu sebulan lagi sebelum sakura benar-benar menunjukkan warna mereka.

Khusus segmen laporan cuaca harian melacak bunga-bunga 'kemajuan utara, disaksikan oleh warga dengan penuh semangat mengantisipasi simbolis awal musim semi, dan perayaan yang dihasilkannya.

The Best Time to Visit Japan

Penduduk setempat antusiasme untuk musim semi di Jepang akan menunjukkan bahwa itu adalah waktu nyaman untuk dikunjungi.Tapi itu tidak terjadi. Sementara sakura adalah sekilas memamerkan perhiasan mereka, orang banyak sangat normal bagi negara terpadat ini. Pada sebagian besar Jepang, musim liburan belum dimulai.

Waktu liburan publik di Jepang datang pada akhir April atau awal Mei - Golden Week. Turis harus secara serius mempertimbangkan untuk menghindari bahwa musim liburan pendek. Transportasi, tempat-tempat wisata dan akomodasi yang cukup berada di bawah tekanan selama Golden Week di Jepang, dan orang banyak yang tidak terlalu menyenangkan bagi turis asing. Saran terbaik bagi pengunjung menginginkan kondisi cuaca yang masuk akal untuk menikmati pemandangan dan kenikmatan Jepang adalah untuk berada di sana sebelum Golden Week, atau menunda perjalanan sampai musim gugur.

Wisatawan harus menyadari bahwa pada waktu bunga sakura, membuat rencana terbaik bisa datang kemandekan. Adalah bunga-bunga terbaik mereka untuk waktu yang sangat singkat - nyaris beberapa hari. Peramalan terbaik yang mungkin dapat dibuat untuk melihat biasa oleh badai tiba-tiba, atau hujan badai yang mengubah bunga yang rapuh untuk sampah basah. Tapi wisatawan tidak boleh putus asa. Kegembiraan musim semi masih menyerap suasana, bahwa dosis pendek cuaca buruk akan pergi secepat itu datang, dan di tikungan berikutnya mungkin saja ada kerusuhan warna.

Some Great Places to View the Cherry Blossoms

Dengan asumsi peramalan cukup akurat dan ada sedikit keberuntungan di bahu, wisatawan dapat mengalami dosis khusus dari bunga sakura di tempat-tempat berikut.

* Kyoto. Sebagian besar taman umum di kota kuno ini dan banyak jalan-jalan yang dihiasi dengan sakura. Kyoto adalah kota yang kompak, mudah untuk berkeliling. Ada banyak menyenangkan berjalan antara berbagai atraksi indah, paling menyenangkan di musim semi yang indah.
* Hakone.Terletak di Fuji-Hakone-Izu National Park, daerah Hakone menawarkan beberapa pemandangan alamnya yang sempurna, disorot oleh Fuji-san itu sendiri. Pada musim semi, yang sakura tidak pernah jauh, dan dapat dinikmati sebelum masa berkumpul. Wisatawan dianjurkan untuk menghindari terjadi di akhir pekan sekalipun. Hakone adalah hari yang populer tujuan perjalanan bagi penduduk Tokyo.
* Tokyo. Seperti dengan Kyoto, ada banyak ruang-ruang publik di ibukota di mana bunga sakura dapat dinikmati. Salah satu yang paling populer adalah Taman Ueno. Kembali pusat kota di luar Imperial Palace, it's menarik untuk menyaksikan pengamat cherry blossom berjejer di sepanjang Hongo Dori.
* Kumamoto.Kota di Kyushu ini terkenal dengan kastil, daya tarik yang indah dalam dirinya sendiri. Alasan olahraga koleksi yang bagus sakura.
* Matsuyama. Kota benteng lain, kali ini di Jepang terkecil dari empat pulau utama, Shikoku. Pengunjung di musim semi dapat menikmati oshiro Matsuyama Matsuri (benteng festival), diadakan setiap tahun pada puncak musim bunga ceri (seperti di kota-kota benteng yang lain juga).
* Matsumae. Jika sedikit kemudian di musim dan bersedia untuk berani Golden Week, pengunjung dapat mempertimbangkan Matsumae di Hokkaido. Koen Matsumae membanggakan beberapa 1000 sakura dari 250 varietas. Sebuah pesta warna pada akhir bulan April atau awal Mei.

Ada banyak saran dan informasi tentang Jepang untuk memuaskan pertanyaan di Negeri Matahari Terbit sebagai tempat untuk liburan berikutnya. Sejarah, budaya, makanan, teknologi - semua pada menunjukkan brilian mereka terbaik di musim semi, cherry blossom waktu.

Sumber : jnto.go.jp - Organisasi Turis Nasional Jepang, Diakses 5 Maret 2010

Read more at Suite101: Jepang pada musim semi: Kunjungan Selama Cherry Blossom Time http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://japan-travel.suite101.com/article.cfm/visit-japan-in-the-spring&rurl=translate.google.co.id&twu=1&usg=ALkJrhjE6Q8gJLb9QVlMUUXFFxm2gsW4Bg#ixzz0ipPGguhg

Dance in Hotel :D



Ini artikel pertamaku mengenai salah satu hobiku :D,yaitu menari Bali :D
Aku memang bukan orang asli Bali, tapi aq hobi bgt nari Bali... :D
Tari Bali kan juga salah satu kebudayaan Indonesia yg harus dijaga n dilestarikan... Ya gag kawand2??? :D

Malam ini aq dapat job mengisi acara di Hotel Conrad, Nusa Dua.... Walau pun blom ckup lama aq job dsana, tp aq seneng banget bisa diberi kesempatan buat job dsana :)

Malam ini tamu2 banyak bgt membuatku makin bersemangat menampilkan tarianku bersama kawand2 :)
Setiap menari di hotel tarian yg paling aq suka adalah tari Joged, kenapa??? Bisa tebak gag???
Karena kalo menari tarian Joged kita bisa mengajak tamu2 itu menari jadi kita bisa berinteraksi secara langsung bersama para tamu di hotel... :D
Tadi aq diajak foto bareng bersama cwo dari Jepang... So handsome... ^_^v
Coba bisa kenalan y.... :P
hahaha


Taka Shinrei ^_^v
Pie_Pie Bo...

Rabu, 10 Maret 2010

Biografi Rendra (Willibrordus Surendra Bawana Rendra)

Rendra (Willibrordus Surendra Bawana Rendra), lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935 – meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.

Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya.

Pendidikan
• TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
• SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
• Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat.
• mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).

Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.

Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.

"Kaki Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.

Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.

Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).

Pada tahun 1967, sepulang dari Amerika Serikat, ia mendirikan Bengkel Teater yang sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Namun sejak 1977 ia mendapat kesulitan untuk tampil di muka publik baik untuk mempertunjukkan karya dramanya maupun membacakan puisinya. Kelompok teaternyapun tak pelak sukar bertahan. Untuk menanggulangi ekonominya Rendra hijrah ke Jakarta, lalu pindah ke Depok. Pada 1985, Rendra mendirikan Bengkel Teater Rendra yang masih berdiri sampai sekarang dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.
Bengkel teater ini berdiri di atas lahan sekitar 3 hektar yang terdiri dari bangunan tempat tinggal Rendra dan keluarga, serta bangunan sanggar untuk latihan drama dan tari.

Di lahan tersebut tumbuh berbagai jenis tanaman yang dirawat secara asri, sebagian besar berupa tanaman keras dan pohon buah yang sudah ada sejak lahan tersebut dibeli, juga ditanami baru oleh Rendra sendiri serta pemberian teman-temannya. Puluhan jenis pohon antara lain, jati, mahoni, ebony, bambu, turi, mangga, rambutan, jengkol, tanjung, singkong dan lain-lain.

Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.

Penghargaan
• Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
• Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
• Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
• Hadiah Akademi Jakarta (1975)
• Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
• Penghargaan Adam Malik (1989)
• The S.E.A. Write Award (1996)
• Penghargaan Achmad Bakri (2006).

Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.

Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.

Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.

Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati

Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra diceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.

Sejak tahun 1977 ketika ia sedang menyelesaikan film garapan Sjumanjaya, "Yang Muda Yang Bercinta" ia dicekal pemerintah Orde Baru. Semua penampilan di muka publik dilarang. Ia menerbitkan buku drama untuk remaja berjudul "Seni Drama Untuk Remaja" dengan nama Wahyu Sulaiman. Tetapi di dalam berkarya ia menyederhanakan namanya menjadi Rendra saja sejak 1975.

Drama
• Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
• Bib Bob Rambate Rate Rata (Teater Mini Kata) - 1967
• SEKDA (1977)
• Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 6 kali)
• Mastodon dan Burung Kondor (1972)
• Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
• Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
• Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
• Lysistrata (terjemahan)
• Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
• Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
• Kasidah Barzanji (dimainkan 2 kali)
• Panembahan Reso (1986)
• Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)
• Shalawat Barzanji
• Sobrat

Kumpulan Sajak/Puisi
• Ballada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
• Blues untuk Bonnie
• Empat Kumpulan Sajak
• Sajak-sajak Sepatu Tua
• Mencari Bapak
• Perjalanan Bu Aminah
• Nyanyian Orang Urakan
• Pamphleten van een Dichter
• Potret Pembangunan Dalam Puisi
• Disebabkan Oleh Angin
• Orang Orang Rangkasbitung
• Rendra: Ballads and Blues Poem
• State of Emergency

BIOGRAFI Prof Dr Taufik Abdullah

Mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini seorang sejarawan dan peneliti yang teguh berpegang pada etika ilmiah. Pria kelahiran Bukittinggi, 3 Januari 1936, lulusan Jurusan Sejarah Fakultas Sastra & Kebudayaan UGM Yogyakarta (1961) dan doktor (S3) Universitas Cornell, Ithaca, AS (1970), ini senang menjadi peneliti, karena merasa tidak terpasung pada birokrasi.



Menurutnya seorang peneliti dituntut untuk berpegang teguh pada etika ilmiah. Karena itu, diperlukan kejujuran, sehingga tercapai integritas intelektual. Sikap wajar diperlukan, di samping rasional dan jernih dalam berpikir -- sikap yang bukannya tidak mengundang risiko.

Prof Dr Taufik Abdullah menganggap sejarawan Indonesia masih terbelenggu pada asumsi-asumsi teoretis maupun primordial. Posisi sejarawan hendaknya netral, dan menjaga jarak dari sasaran penelitian, sehingga dapat memberi makna obyektif terhadap realitas.



Dipandang dari segi peranan kaum intelektual, masa Orde Baru, di mata Taufik, terbagi dalam tiga periode. Masa 1966-1974 merupakan periode kreatif-produktif bagi kaum intelektual. Dalam periode itu berbagai masalah strategi pembangunan dibicarakan. Masa 1974-1978 merupakan periode transisi. Di sini, dilihatnya, ada kecenderungan kaum teknokrasi makin dihargai. Yang dihargai, menurut dia, bukan gagasan mereka, tetapi pelaksanaannya. Periode 1978 hingga sekarang, peranan intelektual semakin diambil oleh penguasa. ''Akibatnya, kesegaran berpikir berkurang, dan eksesnya merangsang untuk bertindak radikal,'' kata Taufik.

Taufik menolak pendapat ahli sejarah modern Indonesia dari Prancis, Dr Jacques Leclerc, bahwa sejarawan Indonesia sering melakukan pembunuhan dua kali terhadap tokoh sejarah bangsanya -- dengan mengucilkannya, karena tidak disenangi oleh kelompok tertentu, dan kemudian bersikap diam terhadap keadaan itu. Kata Taufik, sejarawan memiliki perhatian berbeda terhadap suatu bidang kajian -- yang menyukai dinamika sosial misalnya, tidak bisa dipaksa memperhatikan tokoh-tokoh sejarah.

Menganggap sastra sangat dekat dengan sejarah, ia berpendapat bahwa, ''Perang terlalu besar untuk diberikan pada jenderal saja, dan sastra terlalu penting dibiarkan untuk sastrawan saja!'' Mengingatkan bahwa sejarawan terkemuka pastilah seorang literer, baginya sendiri novel memperkaya pengertian tentang dinamika dan sejarah.

Sebagai peneliti, suami dari Rasida dan ayah tiga anak, ini bekerja tanpa terikat waktu. Pulang dari kantornya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, ia meneruskan kesibukan di rumah. ''Kadang-kadang, malam Minggu, saya sendirian ke Cipanas, biar konsentrasi,'' katanya. Termasuk untuk merampungkan buku barunya, Pengantar ke Sosiologi Moralitas. Sekitar 30 karya tulis yang sudah lahir duluan, termasuk Islam di Asia Tenggara (LRKN-LIPI, 1976). Disertasi gelar doktornya, Scholl and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra, diterbitkan oleh Universitas Cornell, 1971.

Sejak SD ia rajin dan tekun belajar. ''Bukan yang terpandai,'' kata Taufik Abdullah sebagaimana dirilis PDAT. ''Tapi pokoknya termasuk dalam kelompok papan atas.'' Posisi ''papan atas'' tetap didudukinya sampai ia merampungkan studinya pada jurusan sejarah Fakultas Sastra & Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.

Cinta kepada ilmu mungkin diwarisi Taufik dari Abdullah Nur, ayahnya. Abdullah, ayah tujuh anak itu, memang seorang pedagang, tetapi gemar membaca. Taufik sendiri akrab dengan dunia bacaan, sejak di SMP. Suatu kali, ia mendapat pinjaman majalah luar negeri, yang penuh gambar. Kagum pada keindahan kota-kota besar seperti New York, Berlin, dan London, anak sulung itu berpikir, ''Siapa tahu nanti bisa terkenal, dan pergi ke luar negeri.''


Belasan tahun kemudian angan-angannya menjadi kenyataan. Dua kali ia mendapat kesempatan memperdalam ilmu di Universitas Cornell, Ithaca, AS. Pertama, 1967, untuk meraih gelar M.A., dan kemudian, 1980, saat menggondol gelar doktor (PhD). Pulang ke tanah air, Taufik memantapkan dirinya sebagai peneliti. Bekas Direktur Leknas-LIPI ini rajin menghadiri berbagai seminar dan pertemuan sejarawan di luar negeri. Ia pernah menjadi wakil presiden Southeast Asian Social Science Association, dan ketua komite eksekutif Program Studi Asia Tenggara. Kini, Taufik tenaga peneliti di LIPI.



Mantan Asisten pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra UGM (1959-1961), ini mengawali karir di LIPI sebagai Kepala Bagian Umum Majalah Ilmu Pengetahuan Indonesia (Biro MIPI), Jakarta (1962-1963) dan Asisten Peneliti Leknas LIPI (1963-1967). Kemudian menjadi Peneliti Leknas (1967-1974), Direktur Leknas LIPI (1974-1978) dan Peneliti, LeknaswLIPI (1978) sampai menjabat Ketua LIPI.




Sebuah Pilihan

Sebagai intelektual, ia menghasilkan lebih dari 150 artikel di luar tulisannya di berbagai media massa. Lebih dari 50 kata pengantar ditulisnya, khususnya untuk buku berbau sejarah.

Taufik identik dengan sejarah. Pun sebaliknya. Meski tak ada penelitian khusus tentang persepsi masyarakat, zaman telanjur mengidentikkannya dengan sejarah.

Mengenai hal itu, Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) tersebut mengaku tidak tahu. Pencapaiannya saat ini berawal dari sikap yang disebutnya rentetan atas ”keharusan logis sebuah pilihan”.

Persinggungan dengan ilmu sejarah bermula pada tahun 1954. Bersama kawan-kawannya setamat SMA di Bukittinggi, Sumatera Barat, ia berlayar ke Yogyakarta untuk kuliah. Tak jelas jurusan apa yang akan ditekuni.

Pilihan ke Yogyakarta terkait dengan sikap politik ayahnya, republiken tulen. Tak ada celah mendebat keputusan ayah yang menginginkannya belajar di pusat pemerintahan nasional kala itu.

Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) akhirnya dipilih setelah diskusi dengan teman-teman seperjalanan dan membaca buku. ”Kami membagi jurusan, seolah kami yang akan memerintah negara ini. Waktu itu jumlah lulusan SMA di Sumatera amat sedikit,” ujar dia mengenang.

Pilihannya sempat menyulitkan. Kurikulum kuliah sejarah waktu itu tidak fokus. Tak ayal, ilmu psikologi, sosiologi, tata bahasa, sejarah, hingga filsafat harus dikuasainya. Belakangan, ia mensyukuri kekacauan sistem pengajaran karena memperkaya wawasan.

Di sana ia menjadi asisten pengajar sejarah Eropa yang kemudian menghasilkan skripsi berbahasa Inggris. Satu-satunya skripsi berbahasa Inggris dalam jurusan sejarah hingga kini. Ia lulus tahun 1962.

”Bukan karena bahasa Inggris saya bagus, tapi pembimbingnya orang Inggris dan India,” tutur suami Rasida ini. Tahun 1962-1963 ia menjadi Kepala Bagian Urusan Ilmiah Biro Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) Jakarta.

Gelar master (MA) dan doktor (PhD) diraih di Universitas Cornell, New York, Amerika Serikat, 1970. Disertasinya berjudul ”School and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatera (1927-1933)” diterbitkan Cornell Press.

Buku itu menjadi bacaan khusus di beberapa kampus di AS. Hasil pendalamannya, ia menulis modernisasi di Minangkabau dan masuk buku bunga rampai ”Culture Politics in Indonesia” karya Claire Holt. Taufik merasa ”kecipratan beken” karena karyanya bersanding dengan karya sejarawan Sartono Kartodirjo, Daniel S Lev, dan Benedict Anderson. Kata pengantar ditulis Clifford Gertz.

Penelitiannya di negara lain makin intens pertengahan tahun 1970-an setelah jabatan fungsional sebagai peneliti dicabut dan karier ahli penelitinya dibekukan pemerintah. Itu terjadi pascaprotes atas pemenjaraan tokoh, pendudukan kampus, dan pemberangusan kantor media massa.

Di masa sulit itu ia tercatat mengajar dan meneliti di Departemen Ilmu Politik Universitas Chicago, Universitas Wisconsin, dan Netherlands Institute for Advanced Studies in the Humanities and Social Science (NIAS) Wassenaar. Lalu menduduki posisi penting di institusi lintas bangsa, seperti Ketua Komite Eksekutif Program Kajian Asia Tenggara (ISEAS) Singapura, Wakil Presiden Asosiasi Ilmu Sosial Asia Tenggara Kuala Lumpur, Wakil Presiden Asosiasi Sosiologi Internasional Dewan Riset Sosiologi Agama. Dan, masih banyak lagi.

Pertengahan tahun 1980-an sanksinya dicabut dan direhabilitasi setelah sempat menyakiti hatinya. ”Sudahlah,” kenang dia.

Ayah tiga anak yang pernah menjadi Ketua LIPI periode 2000-2002 ini masih terlibat dalam berbagai proyek besar sampai sekarang, seperti naskah buku Sejarah Indonesia delapan jilid yang ditargetkan selesai pertengahan tahun. Dia juga mengerjakan tulisan perdebatan peristiwa tahun 1965-1967.

Pertengahan tahun ini ia akan meluncurkan buku yang didanai ISEAS berjudul Indonesia: Towards Democracy di Singapura.

Di usianya sekarang ia mengaku gelisah karena beberapa proyek tidak sempurna dikerjakan dan ia bukan pengajar resmi. Harapannya, muncul sejarawan muda yang berpikiran canggih. Berwawasan luas sebagai dampak ”keharusan logis sebuah pilihan”. (Kompas, 3 Januari 2006)




Spiral Kebodohan Masih Terjadi
Ketua LIPI Taufik Abdullah saat memberikan sambutan pada presentasi Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-9 di Cibinong, Jawa Barat, Rabu (29/8/2001) sebagaimana disiarkan KB Antara, mengatakan spiral kebodohan masih terus terjadi di Indonesia sehingga terus menggerogoti kehidupan dan budaya yang semula diagungkan sebagai adiluhung.

Menurutnya, spiral kebodohan terus membesar ketika tindakan kebodohan dibalas dengan kebodohan juga. Dia mengatakan, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa seperti semakin menjauh akibat banyak tindakan bodoh yang dilakukan dalam semua lapisan masyarakat, sehingga terus melingkar bagai spiral yang makin membesar setiap hari.

"Bagaimana bisa dibilang cerdas kalau seorang pencuri yang tertangkap malah langsung dibakar?" katanya. Taufik mengatakan, kebodohan dalam kehidupan bangsa ini juga terlihat saat terus-menerus dikumandangkannya slogan `persatuan dan kesatuan'.

"Kalau persatuan itu memang bagus, karena bangsa ini memang terdiri atas berbagai keragaman. Tapi bagaimana mungkin perbedaan itu mau menjadi kesatuan? Kalau kesatuan dalam cita-cita bolehlah," katanya.

Pembicaraan soal negeri ini sebagai warisan nenek moyang, kata Taufik, juga adalah suatu tindakan yang membodohkan, karena negara ini adalah hasil perjuangan, bukan warisan.

Menurut Taufik, saat ini negeri ini juga terus berproses untuk menjadi lebih baik, jadi perlu banyak pemikiran dan ide dari berbagai sumber. "Proses making negara ini tidak bisa diandalkan pada elite-elite politik yang terus-menerus saling cakar," katanya.

Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-9 dibagi dalam lima bidang, yaitu pengetahuan sosial dan budaya, ekonomi dan manajemen, pengetahuan alam dan lingkungan, teknik dan rekayasa, serta kedokteran dan kesehatan.

BIOGRAFI PUTU WIJAYA

Ia sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga menulis skenario film dan sinetron. Sebagai dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri. Puluhan penghargaan ia raih atas karya sastra dan skenario sinetron.

Harian Kompas dan Sinar Harapan kerap memuat cerita pendeknya. Novelnya sering muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Memenangkan lomba penulisan fiksi baginya sudah biasa. Sebagai penulis skenario, ia dua kali meraih piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI), untuk Perawan Desa (1980), dan Kembang Kertas (1985). Sebagai penulis fiksi sudah banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan: Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, Nyali.

Namanya I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang biasa disebut Putu Wijaya. Tidak sulit untuk mengenalinya karena topi pet putih selalu bertengger di kepalanya. Kisahnya, pada ngaben ayahnya di Bali, kepalanya digundul. Kembali ke Jakarta, selang beberapa lama, rambutnya tumbuh tapi tidak sempurna, malah mendekati botak. Karena itu, ia selalu memakai topi. "Dengan ini saya terlihat lebih gagah," tutur Putu sambil bercanda.

Putu yang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944, bukan dari keluarga seniman. Ia bungsu dari lima bersaudara seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Ia tinggal di kompleks perumahan besar, yang dihuni sekitar 200 orang, yang semua anggota keluarganya dekat dan jauh, dan punya kebiasaan membaca. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawa yang keras dalam mendidik anak. Semula, ayahnya mengharapkan Putu jadi dokter. Namun, Putu lemah dalam ilmu pasti. Ia akrab dengan sejarah, bahasa, dan ilmu bumi.

Semasa di SD, ''Saya doyan sekali membaca,'' tuturnya, ''Mulai dari karangan Karl May, buku sastra Komedi Manusia-nya William Saroyan, sampai cerita picisan yang merangsang berahi. Sejak kecil, saya juga senang sekali seni pertunjukan. Mungkin sudah merupakan bakat, senang pada seni laku," ujarnya mengenang.

Meskipun demikian, ia tak pernah diikutkan main drama semasih kanak-kanak, juga ketika SMP. Baru setelah menang lomba deklamasi, ia diikutkan main drama perpisahan SMA, yang diarahkan oleh Kirdjomuljo, penyair dan sutradara ternama di Yogyakarta. Ia pertama kali berperan dalam Badak, karya Anton Chekov. "Sejak itu saya senang sekali pada drama," kenang Putu.

Setelah selesai sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, kota seni dan budaya. Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), drama di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi), dan meningkatkan kegiatannya bersastra. Dari Fakultas Hukum, UGM, ia meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam penulisan skripsi, dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman.

Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia pernah tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa pementasan, antara lain dalam pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot (1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu. Selain itu, ia juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi (1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah dramanya itu menjadi pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.

Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia bergabung dengan Teater Kecil asuhan sutradara ternama Arifin C. Noer dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres (1969). Setelah majalah itu mati, ia menjadi redaktur majalah Tempo (1971-1979). Bersama rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974). "Saya perlu bekerja jadi wartawan untuk menghidupi keluarga saya. Juga karena saya tidak mau kepengarangan saya terganggu oleh kebutuhan mencari makan," tutur Putu.

Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama (Kabuki) di Jepang (1973) selama satu tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan lingkungannya, ia belajar hanya sepuluh bulan. Setelah itu, ia kembali aktif di majalah Tempo. Pada tahun 1974, ia mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat. Sebelum pulang ke Indonesia, mampir di Prancis, ikut main di Festival Nancy.

Putu mengaku belajar banyak dari Tempo dan Goenawan Mohamad. "Yang melekat di kepala saya adalah bagaimana menulis sesuatu yang sulit menjadi mudah. Menulis dengan gaya orang bodoh, sehingga yang mengerti bukan hanya menteri, tapi juga tukang becak. Itulah gaya Tempo," ungkap Putu. Ia juga membiasakan diri dengan tenggat - suatu siksaan bagi kebanyakan pengarang. Dari Tempo, Putu pindah ke majalah Zaman (1979-1985), dan ia tetap produktif menulis cerita pendek, novel, lakon, dan mementaskannya lewat Teater Mandiri, yang dipimpinnya. Di samping itu, ia mengajar pula di Akademi Teater, Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Ia mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain dalam Festival Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa Teater Mandiri berkeliling Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001).

Karena kegiatan sastranya lebih menonjol pada bidang teater, Putu Wijaya pun lebih dikenal sebagai dramawan. Sebenarnya, selain berteater ia juga menulis cerpen dan novel dalam jumlah yang cukup banyak, di samping menulis esai tentang sastra. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.

Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama. Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung mempergunakan gaya objektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream of consciousness dalam pengungkapannya - penuh potongan-potongan kejadian yang padat, intens dalam pelukisan, ekspresif bahasanya. Ia lebih mementingkan perenungan ketimbang riwayat.

Adapun konsep teaternya adalah teror mental. Baginya, teror adalah pembelotan, pengkhianatan, kriminalitas, tindakan subversif terhadap logika - tapi nyata. Teror tidak harus keras, kuat, dahsyat, menyeramkan; bahkan bisa berbisik, mungkin juga sama sekali tidak berwarna.

Ia menegaskan, ''teater bukan sekadar bagian dari kesusastraan, melainkan suatu tontonan.'' Naskah sandiwaranya tidak dilengkapi petunjuk bagaimana harus dipentaskan. Agaknya, memberi kebebasan bagi sutradara lain menafsirkan. Bila menyinggung problem sosial, karyanya tanpa protes, tidak mengejek, juga tanpa memihak. Tiap adegan berjalan tangkas, kadang meletup, diseling humor.Mungkin ini cerminan pribadinya. Individualitasnya kuat, dan berdisiplin tinggi.

Saat ditanya pemikiran pengarang yang sehari bisa mengarang cerita 30 halaman, menulis empat artikel dalam satu hari ini tentang tulis menulis, Putu menjawab, ''Menulis adalah menggorok leher tanpa menyakiti,'' katanya, ''bahkan kalau bisa tanpa diketahui.'' Kesenian diibaratkannya seperti baskom, penampung darah siapa saja atau apa pun yang digorok: situasi, problematik, lingkungan, misteri, dan berbagai makna yang berserak. ''Kesenian,'' katanya, ''merupakan salah satu alat untuk mencurahkan makna, agar bisa ditumpahkan kepada manusia lain secara tuntas.''

"Saya sangat percaya pada insting," kata Putu tentang caranya menulis. "Ketika menulis, saya tidak mempunyai bahan apa-apa. Semua datang begitu saja ketika di depan komputer," katanya lagi. Ia percaya bahwa ada satu galaksi dalam otak yang tidak kita mengerti cara kerjanya. Tapi, menurut Putu, itu bukan peristiwa mistik, apalagi tindak kesurupan.

Selain menekuni dunia teater dan menulis, Putu juga menjadi sutradara film dan sinetron serta menulis skenario sinetron. Film yang disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan Plong. Sinetron yang disutradarainya ialah Dukun Palsu, PAS, None, Warteg, dan Jari-Jari. Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa, Kembang Kertas, serta Ramadhan dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra.

Pada 1977, ia menikah dengan Renny Retno Yooscarini alias Renny Djajusman yang dikaruniai seorang anak, Yuka Mandiri. ''Sebelum menikah saya menulis Sah, ee, saya mengalami persis seperti yang saya tulis,'' ujarnya. ''Pernikahan saya bubar pada 1984.'' Tetapi ia tidak lama menduda. Pertengahan 1985, ia menikahi gadis Sunda, Dewi Pramunawati, karyawati majalah Medika. Bersama Dewi, Putu Wijaya selanjutnya hidup di Amerika Serikat selama setahun.

Atas undangan Fulbright, 1985-1988, ia menjadi dosen tamu teater dan sastra Indonesia modern di Universitas Wisconsin dan Universitas Illinois, AS. Atas undangan Japan Foundation, Putu menulis novel di Kyoto, Jepang, 1992. Setelah lama berikhtiar - walau dokter di Amerika mendiagnosis Putu tak bakal punya anak lagi - pada 1996, pasangan ini dikaruniai seorang anak, Taksu.

Rumah tangga baginya sebuah "perusahaan". Apa pun diputuskan berdasarkan pertimbangan istri dan anak, termasuk soal pekerjaan. Soal pendidikan anak, "Saya tidak punya cara," ujar Putu. Anak dianggap sebagai teman, kadang diajak berunding, kadang dimarahi. Dan, kata Putu, "Saya tidak mengharapkan ia menjadi apa, saya hanya memberikan kesempatan saja."

Kini, penggemar musik dangdut, rock, klasik karya Bach atau Vivaldi dan jazz ini total hanya menulis, menyutradarai film dan sinetron, serta berteater. Dalam bekerja ia selalu diiringi musik. Olahraganya senam tenaga prana Satria Nusantara. "Sekarang saya sudah sampai pada tahap bahwa kesenian merupakan upaya dan tempat berekspresi sekaligus pekerjaan," ujar Putu.

BIOGRAFI TAUFIQ ISMAIL

Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956–1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia.
Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.
Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962).
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.
Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).
Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.
Hasil karya:
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
10. Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (199 8)
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)
14. Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)
Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.
Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.
Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.
Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).
Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.
Anugerah yang diterima:
1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
3. South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999)
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)

BIOGRAFI TAJUDDIN NOOR GANIE, S.Pd., M.Pd.

Tajuddin Noor Ganie, S.Pd., M.Pd. (TNG) dilahirkan di kota Banjarmasin Kalimantan Selatan, pada tanggal 1 Juli 1958. Ayahnya bernama Igan Abdul Ganie Masrie bin Hans J. Alur (1937-2003) dan ibunya bernama Hajjah Salabiah binti H. Jahri. Datuknya di pihak ayah bernama Asau (Banua Padang, Rantau) dan datuknya di pihak ibu bernama H. Marhalit (Sungai Banar, Amuntai). Istrinya bernama Norsidah binti Basri, dan mempunyai 2 orang anak Nurul Maulida dan Dwi Yulianita.

Pendidikan dasar ditempuhnya di SDN Mawar Kencana Banjarbaru (lulus, 1971), kemudian melanjutkan ke SMEPN Martapura (lulus, 1974), dan SMEAN Martapura (lulus, 1977). Ketika berusia 39 tahun, TNG secara tiba-tiba tertarik melanjutkan pendidikannya ke PBSID STKIP PGRI Banjarmasin (diwisuda sebagai wisudawan terbaik, 2002). Skripsinya berjudul Profil Sastrawan Kalimantan Selatan 1930-1999 telah diterbitkan pada tahun 2002. Selanjutnya TNG melanjutkan pendidikannya ke Program Pascasarjana PBSID FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (lulus dengan presikat sangat memuaskan, 2005). Tesisnya berjudul "Karakteristik Peribahasa Banjar : Kajian Bentuk, Makna, Fungsi, dan Nilai "telah diterbitkan pada tahun 2005. Selain itu semua peribahasa Banjar yang telah dikajinya untuk keperluan penulisan tesis dimaksud telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Kamus Peribahasa Banjar pada tahun 2005.
Sejak tahun 1979, bekerja sebagai PNS di lingkungan Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi (Depnakertranskop). Pernah bekerja di Kantor Binaguna Tenaga Kerja Kota Banjarmasin (1979-1985), Kanwil Depnaker Kalsel di Banjarbaru 1986), Kantor Kursus Latihan Kerja di Pelaihari (1986-1988), Kantor Kepaniteraan P4 Daerah Kalsel di Banjarmasin (1988-2006), dan sejak 1 Juni 2005 dipindah-tugaskan ke Balai Hyperkes dan Keselamatan Kerja Kalsel di Banjarmasin.

Sejak tahun 2002, TNG menjadi dosen tamu untuk mata kuliah kritik sastra, pendekatan struktural sastra, prosa fiksi dan drama, puisi, sosiologi sastra, dan penulisan kreatif sastra di PBSID STKIP PGRI Banjarmasin.

Pekerjaan lain yang ditekuninya di luar jam kerja adalah sebagai Pengelola Harian Pusat Pengkajian Masalah Sastra (PUSKAJIMASTRA) Kalimantan Selatan di Banjarmasin. PUSKAJIMASTRA yang dikelolanya ini memiliki 2 unit kerja, yakni Rumah Pustaka Karya Sastra dan Rumah Pustaka Folklor Banjar Melalui lembaga penelitian dan dokumentasi yang dipimpinnya ini, TNG memberikan bantuan bahan referensi yang diperlukan oleh siapa saja yang ingin meneliti dan menulis segala sesuatu mengenai karya sastra karangan sastrawan Kalsel dan folklor Banjar.

Selain itu, TNG juga bergiat sebagai pengurus di sejumlah organisasi bercorak kesastraan dan kesenian. Ia adalah Sekretaris Forum Dialog Sastra (FORDIAS) Banjarmasin, dan Bendahara di Komunitas Sastrawan Kalsel. Sejak tahun 1996, TNG juga menjadi salah seorang pengurus di Dewan Kesenian Kalimantan Selatan (DKKS), masa bakti 1996-2000 dan 2000-2005 bergiat di komisariat bidang dokumentasi dan informasi (dokinfo), dan pada masa bakti 2006-2010 bergiat di komisariat bidang penelitian dan pengembangan (litbang).

Mulai merintis kariernya sebagai sastrawan sejak tahun 1980-an. Sejak itu TNG aktif mempublikasikan puisi, cerpen, esai sastra, dan tulisan lepas mengenai folklor Banjar di berbagai koran terbitan Banjarmasin, Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta.
Buletin/jurnal/koran/majalah yang pernah memuat karya sastranya antara lain Buletin Antara Spektrum terbitan LKBN Antara Jakarta, SKH Berita Buana, SKH Media Indonesia, SKH Suara Karya, SKH Pelita, SKH Terbit, SKH Merdeka, SKM Swadesi, SKM Simponi, Majalah Senang, Majalah Idola, Majalah Topik, Majalah Misteri, Majalah Warnasari, Jurnal Kebudayaan, Majalah Mata Baca (semuanya terbitan Jakarta), SKH Jawa Pos, SKH Surya, Majalah Liberty (semuanya terbitan Surabaya), SKM Minggu Pagi (Yogyakarta), Majalah Bahana Brunei Darussalam, SKH Banjarmasin Post, SKH Dinamika Berita, SKH Radar Banjarmasin, SKH Barito Post, SKH Kalimantan Post, dan SKH Mata Banua (semuanya terbitan Banjarmasin).

Pada tahun 2005, novelnya berjudul "Tegaknya Masjid Kami" dimuat secara bersambung di SKH Radar Banjarmasin.

TNG adalah orang pertama yang memilah-milah peribahasa Banjar menjadi 2 klasifikasi, yaitu : peribahasa Banjar berbentuk puisi, dan (2) peribahasa Banjar berbentuk kalimat. Peribahasa Banjar berbentuk puisi terdiri atas genre/jenis, yakni : (1) Gurindam, (2) Kiasan, (3) Mamang Papadah, (4) Pameo Huhulutan, (5) Saluka,dan (6) Tamsil (paparannya sudah dapat dibaca dalam tulisannya di Wikepdia, Peribahasa Banjar berbentuk Puisi, lihat : Seni Tradisional Banjar). Peribahasa Banjar berbentuk kalimat terdiri atas 5 genre/jenis, yakni : (1) Ibarat, (2) Papadah, (3) Papatah-patitih, (4) Paribasa, dan (5) Paumpamaan.

Antologi puisi TNG yang sudah diterbitkan antara lain Bulu Tangan (HPMB, Banjarmasin, 1982). Sementara itu antologi puisi bersama yang ikut memuat puisi-puisinya antara lain : Antologi Puisi ASEAN (Denpasar, 1982), Puisi Indonesia 1987 (DKJ TIM Jakarta, 1987), Selagi Ombak Mengejar Pantai 6 (Selangor, Malaysia, 1989), Festival Puisi XII (Surabaya, 1990), Potret Pariwisata Indonesia dalam Puisi (Jakarta, 1990), Festival Puisi Kalimantan (Banjarmasin, 1992), Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka (Taman Budaya Surakarta, 1995). Selain itu, TNG juga telah menjadi editor untuk sejumlah penerbitan antologi puisi bersama terbitan Banjarmasin, yakni : Dahaga-B.Post 1981 (1982), Banjarmasin Kota Kita (1984), Elite Penyair Kalsel (1986), dan Festival Puisi Kalimantan (1992).

Antologi cerpen TNG yang sudah diterbitkan adalah Nyanyian Alam Pedalaman (Penerbit Pustaka Pelajar Yoggyakart, 1999). Buku ini memuat 12 judul cerpen bertema pariwisata Kalsel (ditulisnya bersama Hadian Noor). Pada tahun 2005, TNG menjadi salah seorang anggota penulis buku biografi Walikota Banjarmasin Bapak Midfai Yabani berjudul Dari Walikelas Menjadi Walikota.

Cerpen-cerpen yang dimuat di Majalah Idola Jakarta pada tahun 1980-1989 telah diteliti oleh 3 orang mahasiswa PBSID STKIP PGRI Banjarmasin untuk keperluan penulisan skripsi mereka, yakni : Profil Tokoh Antagonis dalam Cerpen-cerpen Tajuddin Noor Ganie (Fetty Dahliani, 2001), Tokoh Protagonis dalam Cerpen-cerpen Tajuddin Noor Ganie (Ni Ketut Suwandi, 2001), dan Analisis Tema dan Penokohan Dalam Cerpen-cerpen Tajuddin Noor Ganie (Norhidayat, 2003). Selain itu penelitian atas cerpen-cerpen TNG juga sudah dilakukan oleh Dra. Hj. Endang Sulistyowati, M.Pd, hasil penelitian dimaksud telah dibukukan di bawah judul Cerita Rakyat Etnis Banjar Sebagai Sumber Ilham Penulisan Kreatif Sastra : Analisis Hubungan Intertekstualitas Penulisan Cerpen-cerpen Tajuddin Noor Ganie (2005).

Buku-buku TNG yang juga sudah diterbitkan antara lain Penyair Kalsel Terkemuka Selepas tahun 1980 (1982), Sejarah Lokal Kesusastraan Indonesia di Kalsel (1985), Apa dan Siapa Sastrawan Kalsel (1985), Ensiklopedia Lokal Kesusastraan Indonesia di Kalsel (1995), Sketsa Sastrawan Kalimantan Selatan (bersama Jarkasi, Pusat Bahasa Kalsel, Banjarmasin, 2001), Profil Sastrawan Kalsel 1930-1999 (Skripsi S.1), Karakteristik Bentuk, Makna, Fungsi dan Nilai Peribahasa Banjar (2005), dan Kamus Peribahasa Banjar (Edisi 2006, dan Edisi 2007), dan Jatidiri Puisi Rakyat Etnis Banjar di Kalsel (Peribahasa Banjar, Pantun Banjar, Syair Banjar, Madihin, dan Mantra Banjar)(Rumah Pustaka Folklor Banjar, Banjarmasin, 2007).

Khusus Kamus Peribahasa Banjar (Rumah Pustaka Folklor Banjar, Edisi 2007) di dalamnya dimuat 1.358 buah peribahasa Banjar. Setiap peribahasa Banjar yang menjadi entrinya dipaparkan secara rinci bentuk fisiknya, makna muatan dan makna ikutannya, fungsi sosial kemasyarakatannya, dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Forum sastra dan budaya yang pernah diikuti TNG antara lain : Forum Penyair Muda Delapan Kota Kalsel (Banjarmasin, 1982), Apresiasi Penyair Puncak Penyair ASEAN (Denpasar, 1983), Siklus Lima Penyair Kalsel (Banjarmasin, 1983), Festival Puisi XII (PPIA Surabaya, 1990), Festival Puisi XIII (PPIA Surabaya, 1992), Festival Puisi Kalimantan (Banjarmasin, 1992), Hari Sastra X (Shah Alam, Selangor, Malaysia, 1993), Festival Puisi XIV (PPIA Surabaya, 1994), Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka (Surakarta, 1995), Temu Penyair Nasional (Tasikmalaya, 1999), dan Dialog Borneo VII (Banjarmasin, 2003).

Berkaitan dengan prestasi, reputasi, dan dedikasi kesastrawanannya, TNG telah menerima sejumlah penghargaan, antara lain : Penulis Esai Sastra Bulan Bahasa (Pusat Bahasa, Jakarta, 1985), Pemuda Pelopor Kalsel Bidang seni Budaya (Menpora, Jakarta, 1991), Hadiah Seni Bidang Sastra (Gubernur Kalsel, 1998), Penulis Naskah Fiksi Keagamaan (Menteri Agama, Jakarta, 2002). Pada tahun 2005, sejumlah pembaca SKH Radar Banjarmasin pernah mengajukan TNG sebagai Calon Gubernur Kalsel Pilihan Saya (dalam bentuk angket terbuka).

Biografi Kesastrawanan TNG ikut dimuat dalam sejumlah buku referensi, antara lain : Leksikon Kesusastraan Indonesia Modern (Pamusuk Eneste, 1990), Leksikon Kesusastraan (Suhendra Yusuf, 1995), Sesuatu Indonesia (Afrizal Malna, 2000), Leksikon Susastra Indonesia (Korrie Layun Rampan, 2000), dan Buku Pintar Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, 2002).

BIOGRAFI KURNIA EFFENDI

Kurnia Effendi, lahir di Tegal, 20 Oktober 1960. Ia menulis cerpen dan puisi untuk publik pertama kali tahun 1978, melalui majalah Gadis, Aktuil dan surat kabar Sinar Harapan, ketika masih sekolah di STM Pembangunan Semarang. Sepanjang tahun 80-an aktif mengikuti pelbagai sayembara fiksi dan puisi. Sejak itu berbagai penghargaan telah diraihnya. Ia merupakan penulis nasional yang sangat produktif. Karyanya, cerpen maupun novelet yang tak terbilang jumlahnya telah dipublikasikan oleh berbagai penerbit nasional.

Bersama Donatus A. Nugroho (penulis asal Solo), Dharmawati Tst. (penulis asal Jakarta), Aan Almaidah Anwar (penulis asal Bogor), Ryana Mustamin dan Rahmat Taufik RT. (penulis asal Watampone), ia salah satu cerpenis paling gemilang di eranya karena kerap memenangi LCCR (Lomba Cipta Cerpen Remaja) Anita Cemerlang, yang kala itu menjadi barometer kehandalan seorang pengarang remaja.

Kegiatan menulis dimulai di Semarang, dengan tema-tema remaja. Berlanjut di Bandung, dan akhirnya merasa matang di Jakarta, dengan memasuki wilayah sastra yang ‘serius’. Lulusan Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, tahun 1991 ini ketika masih kuliah aktif di Grup Apresiasi Sastra ITB (GAS-ITB). Tahun 1986, ia menjadi Presiden GAS, setelah Nirwan Dewanto (1984) dan M. Fadjroel Rahman (1985). Semasa mahasiswa tergabung dalam Grup Apresiasi Sastra ITB itu dan bergaul dengan Forum Sastra Bandung. Selama itu, karya-karyanya dipublikasikan berbagai media massa baik lokal maupun nasional. Di Jakarta bergabung dengan Komunitas Sastra Indonesia sejak tahun 1996 hingga sekarang.

Puisinya bisa ditemukan dalam berbagai antologi, yakni Pesta Sastra Indonesia (Kelompok Sepuluh, Bandung, Juli 1985), Sajak Delapan Kota (Kompak, Pontianak, 1986), Malam 1000 Bulan (Forum Sastra Bandung, 1990 dan 1992), Potret Pariwisata dalam Puisi (Pustaka Komindo, 1991), Perjalanan (Sanggar Minum Kopi Denpasar, 1992), Gender (Sanggar Minum Kopi Denpasar, 1994), Bonzai’s Morning (Denpasar, 1996), Dari Negeri Poci III (Yayasan Tiara Jakarta, 1996), Trotoar (Roda-roda Budaya Tangerang, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (Dewan Kesenian Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Komunitas Sastra Indonesia, 1997), Jakarta dalam Puisi Indonesia Mutakhir (Dinas Kebudayaan Provinsi DKI, 2000), Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001 (Penerbit Kompas, Juni 2001), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Kompas, Juli 2003), Bisikan Kata, Teriakan Kota (DKJ dan Bentang, Desember 2003), Mahaduka Aceh (Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, 2005), Antologi puisi tunggal bertajuk “Kartunama Putih” (Penerbit Biduk, Bandung, 1997).

Buku antologi cerpen, novel, dan kumpulan esai yang telah terbit, yakni Senapan Cinta (Penerbit KataKita, Jakarta, April 2004), Bercinta di Bawah Bulan (Penerbit Metafor Publishing, Mei 2004), Aura Negeri Cinta (Lingkar Pena Publishing House, Juli 2005), Kincir Api (Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2005), Selembut Lumut Gunung (Cipta Sekawan Media, Januari 2006), Burung Kolibri Merah Dadu (C Publishing, Februari 2007), Interlude-Jeda (Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik, September 2007).
Sedangkan cerpen-cerpen yang lain berserak dalam pelbagai antologi bersama, antara lain 20 Tahun Cinta (Senayan Abadi Publishing, Juli 2003), Wajah di Balik Jendala (Lazuardi Publishing, 2003), Kota yang Bernama dan Tak Bernama (DKJ dan Bentang, Desember 2003), Addicted 2U (Lingkar Pena Publishing House, 2005), Jl. Asmaradana (Penerbit Buku Kompas, 2005), Ripin (Penerbit Buku Kompas, 2007).

Pada November 1996, ia diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta sebagai penyair untuk acara “Mimbar Penyair Abad 21”. Pada Juli 2003, diundang Teater Utan Kayu untuk membaca cerpen dalam “Panggung Prosa Indonesia Mutakhir”. Pada akhir tahun 2003, kembali diundang DKJ untuk membaca cerpen dalam “Temu Sastra Kota”. Sehari-hari ia bekerja pada perusahaan otomotif Suzuki Mobil.

PENCEMARAN UDARA


Manusia hanya bisa hidup sekitar lima menit tanpa udara. Udara kering umumnya merupakan campuran homogen (larutan) gas nitrogen (78%), gas oksigen (21%), dan sisa-sisa gas-gas lain. Beberapa gas-gas lain adalah produk limbah aktivitas manusia dan dikenal sebagai pencemaran udara.
Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana atmosfer kehadiran beberapa zat di atmosfer melebihi konsentrasi tertentu, menyebabkan efek yang merugikan manusia dan lingkungannya. Pencemaran udara ini disebabkan karena kontaminasi dari udara dengan bahan-bahan berbahaya biasanya diberikan off oleh mesin (pabrik, mobil, lemari es, semprotan aerosol, dll).
Bagian atmosfer terdekat permukaan bumi dan meluas sampai ke ketinggian sekitar 80 km, disebut di sini. Ini disebut homosphere dan terdiri dari campuran homogen dari berbagai konstituen. Ini merupakan sekitar 99,9% dari total atmosfer.
Di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di perkotaan. Menurut World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak 1995 hingga 2001 terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misal: kadar timbal/Pb yang tinggi).
World Bank juga menempatkan Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City. Pencemaran udara yang terjadi sangat berpotensi menggangu kesehatan. Menurut perhitungan kasar dari World Bank tahun 1994 dengan mengambil contoh kasus kota Jakarta, jika konsentrasi partikulat (PM) dapat diturunkan sesuai standar WHO, diperkirakan akan terjadi penurunan tiap tahunnya: 1400 kasus kematian bayi prematur; 2000 kasus rawat di RS, 49.000 kunjungan ke gawat darurat; 600.000 serangan asma; 124.000 kasus bronchitis pada anak; 31 juta gejala penyakit saluran pernapasan serta peningkatan efisiensi 7.6 juta hari kerja yang hilang akibat penyakit saluran pernapasan – suatu jumlah yang sangat signifikan dari sudut pandang kesehatan masyarakat. Dari sisi ekonomi pembiayaan kesehatan (health cost) akibat pencemaran udara di Jakarta diperkirakan mencapai hampir 220 juta dolar pada tahun 1999.
Jenis-jenis Bahan Pencemar:
- Karbon monoksida (CO)
- Nitrogen dioksida (N02)
- Sulfur Dioksida (S02)
- CFC
- Karbon dioksida (CO2)
- Ozon (03 )
- Benda Partikulat (PM)
- Timah (Pb)
- HydroCarbon (HC)

# POLUTAN UDARA SPESIFIK YANG BANYAK BERPENGARUH TERHADAP KESEHATAN
1. Particulate Matter (PM)
Penelitian epidemiologis pada manusia dan model pada hewan menunjukan PM10 (termasuk di dalamnya partikulat yang berasal dari diesel/DEP) memiliki potensi besar merusak jaringan tubuh. Data epidemiologis menunjukan peningkatan kematian serta eksaserbasi/serangan yang membutuhkan perawatan rumah sakit tidak hanya pada penderita penyakit paru (asma, penyakit paru obstruktif kronis, pneumonia), namun juga pada pasien dengan penyakit kardiovaskular/jantung dan diabetes. Anak-anak dan orang tua sangat rentan terhadap pengaruh partikulat/polutan ini, sehingga pada daerah dengan kepadatan lalu lintas/pencemaran udara yang tinggi biasanya morbiditas penyakit pernapasan (pada anak dan lanjut usia) dan penyakit jantung/kardiovaskular (pada lansia) meningkat signifikan. Penelitian lanjutan pada hewan menunjukan bahwa PM dapat memicu inflamasi paru dan sistemik serta menimbulkan kerusakan pada endotel pembuluh darah (vascular endothelial dysfunction) yang memicu proses atheroskelosis dan infark miokard/serangan jantung koroner. Pajanan lebih besar dalam jangka panjang juga dapat memicu terbentuknya kanker (paru ataupun leukemia) dan kematian pada janin. Penelitian terbaru dengan follow up hampir 11 tahun menunjukan bahwa pajanan polutan (termasuk PM10) juga dapat mengurangi fungsi paru bahkan pada populasi normal di mana belum terjadi gejala pernapasan yang mengganggu aktivitas.
2. Ozon
Ozon merupakan oksidan fotokimia penting dalam trofosfer. Terbentuk akibat reaksi fotokimia dengan bantuan polutan lain seperti NOx, dan Volatile organic compounds. Pajanan jangka pendek/akut dapat menginduksi inflamasi/peradangan pada paru dan menggangu fungsi pertahanan paru dan kardiovaskular. Pajanan jangka panjang dapat menginduksi terjadinya asma, bahkan fibrosis paru. Penelitian epidemiologis pada manusia menunjukan pajanan ozon yang tinggi dapat meningkatkan jumlah eksaserbasi/serangan asma.
3. NOx dan Sox
NOx dan SOx merupakan co-pollutants yang juga cukup penting. Terbentuk salah satunya dari pembakaran yang kurang sempurna bahan bakar fosil. Penelitian epidemologi menunjukan pajanan NO2,SO2 dan CO meningkatkan kematian/mortalitas akibat penyakit kardio-pulmoner (jantung dan paru) serta meningkatkan angka perawatan rumah sakit akibat penyakit-penyakit tersebut.

# PENYEBAB UTAMA PENCEMARAN UDARA
Di kota besar sangat sulit untuk mendapat udara yang segar, diperkirakan 70 % pencemaran yang terjadi adalah akibat adanya kendaraan bermotor.
Contoh :
Di Jakarta antara tahun 1993-1997 terjadi peningkatan jumlah kendaraan berupa :
- Sepeda motor 207 %
- Mobil penumpang 177 %
- Mobil barang 176 %
- Bus 138 %

# AKIBAT-AKIBAT YANG DITIMBULKAN
a. Kesehatan
Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru-paru, zat pencemar diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), termasuk di antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Beberapa zat pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik.
Pajanan jangka pendek
 Perawatan di rumah sakit, kunjungan ke Unit Gawat Darurat atau kunjungan rutin dokter, akibat penyakit yang terkait dengan respirasi (pernapasan) dan kardiovaskular.
 Berkurangnya aktivitas harian akibat sakit
 Jumlah absensi (pekerjaan ataupun sekolah)
 Gejala akut (batuk, sesak, infeksi saluran pernapasan)
 Perubahan fisiologis (seperti fungsi paru dan tekanan darah)

Pajanan jangka panjang
 Kematian akibat penyakit respirasi/pernapasan dan kardiovaskular
 Meningkatnya Insiden dan prevalensi penyakit paru kronik (asma, penyakit paru osbtruktif kronis)
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
 Kanker

b. Tanaman
Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain klorosis, nekrosis, dan bintik hitam. Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.
c. Hujan Asam
pH biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain:
• Mempengaruhi kualitas air permukaan
• Merusak tanaman
• Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan
• Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan

d. Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global.
Dampak dari pemanasan global adalah:
• Pencairan es di kutub
• Perubahan iklim regional dan global
• Perubahan siklus hidup flora dan fauna

e. Kerusakan Lapisan Ozon
Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) merupakan pelindung alami bumi yang berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari. Pembentukan dan penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara alami di stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan bersifat sangat stabil menyebabkan laju penguraian molekul-molekul ozon lebih cepat dari pembentukannya, sehingga terbentuk lubang-lubang pada lapisan ozon.

# UPAYA
Upaya pengendalian pencemaran, termasuk pencemaran udara, menurut Haryoto, pada dasarnya adalah menjadi kewajiban setiap orang. Sementara kewajiban pemerintah, antara lain, mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan mengembangkan serta menerapkan perangkat yang bersifat preventif dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Pada dasarnya, upaya penanggulangan pencemaran udara, ditujukan untuk meningkatkan mutu udara dalam kehidupan. Upaya ini meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik sumber pencemar bergerak maupun tidak bergerak dan gangguan serta penanggulangan keadaan darurat akibat pencemaran udara.
“Pelaksanaan pencegahan pencemaran udara terutama dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran. Kegiatan ini dilaksanakan, antara lain melalui penetapan baku mutu udara (ambien dan emisi). Sedangkan untuk mengetahui mutu udara dilakukan dengan melaksanakan pemantauan udara ambien dan dampaknya terhadap lingkungan,” papar Haryoto.
Pemantauan, lanjut Haryoto, dilakukan selain terhadap kualitas udara, juga dampaknya terhadapnya kesehatan manusia maupun kerusakan lingkungan. “Identifikasi penyebab dapat berupa emisi udara pada sumber yang bergerak maupun sumber yang tidak bergerak, serta sumber gangguan lainnya. Sedangkan pengendaliannya dapat dilakukan pada sumber-sumber tersebut, baik melalui tindakan preventif maupun kuratif. Namun, lebih diutamakan pada tindakan preventif,” ungkap Haryoto.
Sebenarnya berdasarkan UU No. 23 tahun 1997, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu PP No. 41 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 26 Mei 1999. Namun, karena memerlukan waktu yang cukup panjang, sedangkan kondisi sudah sangat mendesak, maka upaya mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional penanggulangan pencemaran udara, pemerintah sebelumnya telah menerbitkan beberapa peraturan pelaksanaan yang dapat digunakan sebagai landasan operasional untuk menanggulangi masalah pencemaran udara.
Adapun pengendalian pencemaran udara, khususnya dari sumber bergerak untuk mengendalikan/mengatasi masalah emisi gas buang kendaraan bermotor, tutur Haryoto, telah dilakukan berbagai upaya, antara lain:
1. Kebijakan Energi
a. Bensin Tanpa Timbal
Kebijakan energi nasional saat ini untuk menghapus bahan bakar minyak bensin bertimbal dan penggunaan solar dengan kadar sulfur rendah (< dari 0,5%). Penghapusan bensin bertimbal tersebut sesuai Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi (Kep. Mentamben) No. 1585.K/32/MPE/1999 tentang persyaratan pemasaran bahan bakar jenis bensin dan solar di dalam negeri yang menyatakan Januari 2003: bensin yang dijual sudah harus bebas tanpa timbal? Sejatinya, di negara Asia, Indonesia adalah paling lambat yang menjual bensin sudah bebas timbal? ungkap Haryoto.
Karena itu, lanjut Haryoto, pihak Bapedal dalam mengantisipasi Kep. Mentamben melakukan rapat koordinasi dan pembentukan tim teknis secara khusus agar percepatan penghapusan bensin tanpa timbal tersebut segera direalisasikan-karena sekarang ini bensin bertimbal konsumsinya sangat besar, kurang lebih 98% (11.375.212 Kl) dari total konsumsi nasional. Hasilnya, agar pihak Pertamina dapat menyediakan bensin tanpa timbal secara bertahap, yaitu:
 DKI Jakarta tahun 2001
 Pulau Jawa 2002
 Seluruh Indonesia tahun 2003

b. Diversivikasi Energi
Melalui energi alternatif, seperti penggunaan bahan bakar gas (CNG dan LPG). Pasalnya, saat ini bahan bakar gas penggunaannya belum memasyarakat terbatas pada sebagian kendaraan dinas dan taksi. Jumlah pemakaian bahan bakar gas masih sangat kecil, kurang lebih baru 0,21% dari total konsumsi energi nasional.
Bapedal bersama instansi terkait, baik di pusat maupun daerah berupaya menggalakkan pemakaian bahan bakar gas terutama pada kendaraan umum. Target yang rendah dicapai minimal kapasitas produksi bahan bakar gas yang saat ini baru 39% kalau terjual dapat dimanfaatkan sepenuhnya 100%. Di lain pihak, untuk mempercepat penggunaan bahan bakar gas juga akan dilakukan pendekatan harga (princing policy), di mana harga bahan bakar gas tidak dinaikkan, sehingga antara gas dan bensin rasionya mendekati dua banding satu.
2. Penataan Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Saat ini pihak Bapedal bekerja sama dengan instansi terkait sedang melakukan evaluasi terhadap Kep. Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-35/MenLH/10/93 tentang emisi gas buang kendaraan bermotor dan penyusunan draft emisi gas buang kendaraan bermotor yang baru.
Salah satu upaya terobosan agar emisi gas buang kendaraan bermotor tersebut segera ditaati, pihak Bapedal mengajukan usulan kepada Kepolisian RI agar ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No.14 tahun 1992, PP No. 41 tahun 1993, PP No. 43 tahun 1993, PP No. 41 tahun 1999, dan Kepmen LH No. Kep-35 tahun 1993, yaitu ketentuan uji emisi gas buang kendaraan bermotor, dikaitkan dengan persyaratan perpanjangan STNK.
3. Peningkatan Peran Masyarakat
Upaya peningkatan peran masyarakat telah dilakukan berbagai upaya oleh Bapedal bersama [emerintah daerah dan LSM. Namun, akhir semua itu, tutur Haryoto, pendekatan morsal saja tidak cukup, tapi perubahan perilaku itulah yang lebih penting? Pihak perguruan tinggi sebagai institusi yang memiliki sumber daya manusia dengan berbagai keahlian dan banyak kesempatan untuk melakukan berbagai kajian, diharapkan dapat berperan aktif dalam upaya mengendalikan pencemaran udara serta meningkatkan kualitas udara di lingkungan hidup masing-masing? simpul Haryoto.

# PENANGGULANGAN
a. Penanggulangan Pencemaran udara dari ruangan
Sumber dari pencemaran udara ruangan berasal dari asap rokok, pembakaran asap dapur, bahan baku ruangan, kendaraan bermotor dan lain-lain yang dibatasi oleh ruangan. Pencegahan pencemaran udara yang berasal dari ruangan bisa dipergunakan :
Ventilasi yang sesuai
Yaitu :
• Usahakan polutan yang masuk ruangan seminimum mungkin.
• Tempatkan alat pengeluaran udara dekat dengan sumber pencemaran.
• Usahakan menggantikan udara yang keluar dari ruangan sehingga udara yang masuk ke-ruangan sesuai dengan kebutuhan.
Filtrasi.
Memasang filter dipergunakan dalam ruangan dimaksudkan untuk menangkap polutan dari sumbernya dan polutan dari udara luar ruangan.
Pembersihan udara secara elektronik.
Udara yang mengan-dung polutan dilewatkan melalui alat ini sehingga udara dalam ruangan sudah berkurang polutan-nya atau disebut bebas polutan.

b. Penanggulangan pencemaran udara benbentuk gas
Absorbsi
Dalam proses adsorbsi dipergunakan bahan padat yang dapat menyerap polutan. Berbagai tipe adsorben yang dipergunakan antara lain karbon aktif dan silikat. Adsorben mempunyai daya kejenuhan sehingga selalu diperlukan pergantian, bersifat disposal (sekali pakai buang) atau dibersihkan kemudian dipakai kembali.
Adsorbsi
Mempergunakan kekuatan tarik-menarik antara molekul polutan dan zat adsorben. Dalam proses adsorbsi dipergunakan bahan padat yang dapat menyerap polutan. Berbagai tipe adsorben antara lain Karbon Aktif dan Silikat.
Kondensasi
Dengan kondensasi dimaksudkan agar polutan gas diarahkan mencapai titik kondensasi, terutama dikerjakan pada polutan gas yang bertitik kondensasi tinggi dan penguapan yang rendah (Hidrokarbon dan gas organik lain).
Pembakaran
Mempergunakan proses oksidasi panas untuk menghancurkan gas hidrokarbon yang terdapat didalam polutan. Hasil pembakaran berupa (CO2) dan (H2O). Alat pembakarannya adalah Burner dengan berbagai tipe dan temperaturnya adalah 1200o—1400o F
Reaksi Kimia
Banyak dipergunakan pada emisi golongan Nitrogen dan golongan Belerang. Biasanya cara kerja ini merupakan kombinasi dengan cara - cara lain, hanya dalam pembersihan polutan udara dengan reaksi kimia yang dominan. Membersihkan gas golongan nitrogen , caranya dengan diinjeksikan Amoniak (NH3) yang akan bereaksi kimia dengan Nox dan membentuk bahan padat yang mengendap. Untuk menjernihkan golongan belerang dipergunakan Copper Oksid atau kapur dicampur arang.

c. Penanggulangan pencemaran udara berbentuk partikel
Membersihkan(Scrubbing)
Mempergunakan cairan untuk memisahkan polutan, dalam keadaan alamiah (turun hujan) maka polutan partikel dapat turut dibawa bersama air hujan. Alat scrubbing ada berbagai jenis, yaitu berbentuk plat, masif, fibrous dan spray.
Mempergunakan Presipitasi Elektrostatik
Cara ini berbeda dengan cara mekanis lainnya, sebab langsung ke butir-butir partikel. Polutan dialirkan di antara pelat yang diberi aliran listrik sehingga presipitator yang akan mempresipitasikan polutan partikel dan ditampung di dalam kolektor. Pada bagian lain akan keluar udara yang telah dibersihkan.
Menggunakan Filter
Dengan filtrasi dimaksudkan menangkap polutan partikel pada permukaan flter. Filter yang digunakan berukuran sekecil mungkin.
Mempergunakan Kolektor Mekanis
Dengan menggunakan tenaga gravitasi dan tenaga kinetis atau kombinasi untuk mengendapkan polutan partikel. Sebagai kolektor dipergunakan gaya sentripetal yang memakai silikon. Semakin besar partikel secepat mungkin proses pembersihan.
Program Langit Biru
Program langit biru yang dikumandangkan oleh pemerintah Indonesia adalah mengurangi pencemaran udara, khususnya dari akibat transportasi. Ada 3 tindakan yang dilakukan terhadap pencemaran udara akibat transportasi yaitu mengganti bahan bakar, mengubah mesin kendaraan, memasang alat-alat pembersih polutan pada kendaraan.
Menggalakkan Penanaman Tumbuhan
Mempertahankan “paru-paru” kota dengan memperluas pertamanan dan penanaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sebagai penangkal pencemaran udara.

Upaya penanggulangan terhadap pencemaran udara diberitahukan tentang berbagai cara untuk penanggulangan dan pencegahan Pencemaraan udara yang tergantung pada sifat dan sumber polutan udara, seperti mengurangi polutan, mengubah polutan, melarutkan polutan dan mendisfersikan polutan. Diharapkan agar keadaan lingkungan tetap sehat dan bersih dari pencemaran udara.